REPUBLIKA.CO.ID, OLEH MUHAMMAD NURSYAMSI
Belanda seolah memiliki magnet dalam memikat para wisatawan dari seluruh dunia. Berbagai desa wisata yang menarik, banyaknya museum dengan karya bersejarah, kanal-kanal yang mengelilingi kota, hingga bangunan bersejarah yang masih terjaga, menjadi daya tarik utama bagi para pelancong untuk datang ke Negeri Kincir Angin tersebut.
Dam Square atau alun-alun Dam di Kota Amsterdam dapat menjadi titik awal yang menarik didatangi begitu tiba di Belanda. Di sini, Anda bisa menikmati kemegahan sejumlah bangunan ikonik nan bersejarah seperti Royal Palace atau Istana Raja yang berhadapan dengan Monumen Nasional sambil berinteraksi dengan puluhan burung Merpati yang hadir menemani hari.
Di sekeliling alun-alun Dam adalah surganya belanja dengan ragam toko suvenir khas Negeri Kincir Angin berbagai jenama besar dari seluruh dunia.
Setelah merasa cukup menghirup udara segar di alun-alun Dam, Anda bisa bergeser ke Rijksmuseum, salah satu museum dengan koleksi terbaru di dunia. Dengan tarif masuk sebesar 20 euro atau sekitar Rp 300 ribu (kurs Rp 15 ribu), kita bisa menyaksikan beragam karya yang kaya akan nilai sejarah dari Rembrandt, Vermeer, serta ikon modern, Van Gogh.
Sebagaimana namanya Amsterdam yang berasal dari kata Amstelredamme atau sebuah bendungan di sungai Amstel, wajib kiranya jika kita menyusuri kanal-kanal dalam kota dengan menggunakan perahu atau lebih dikenal dengan canal cruise.
Tepat di seberang Museum Rijks, kita bisa menaiki canal cruise dengan tarif mulai dari 15 euro hingga 20 euro untuk durasi satu jam hingga dua jam berkeliling menyusuri empat kanal utama yakni Singel, Herengracht (kanal Patricia), Keizersgracht (kanal kaisar), dan Prinsengracht (kanal pangeran) yang semuanya bermuara di Sungai Amstel.
Sepanjang mata memandang, kita akan disuguhi banyak pemandangan menarik, mulai dari mansion kuno, pasar bunga, dan rumah-rumah yang dibangun pada masa keemasan Belanda.
Pramuwisata canal cruise, Juliette, mengatakan wisatawan bisa secara langsung memesan tiket untuk menaiki canal cruise. Namun ia menyarankan agar tetap melakukan pemesanan daring.
"Khawatirnya kalau saat ramai pengunjung nanti sudah penuh. Terlebih seperti sekarang ini yang mana pandemi covid-19 sudah berakhir," ujar Juliette saat memandu rombongan turis dari Indonesia, Swedia, China, dan Inggris pada Kamis (1/9/2022).
Apa yang dikatakan Juliette memang ada benarnya. Belanda tak lagi mewajibkan penggunaan masker sehingga kunjungan wisatawan pun kembali semarak seperti sebelum pandemi.
Juliette menyebut kanal-kanal sejatinya merupakan jalur transportasi hingga tempat tinggal bagi masyarakat Amsterdam. Tak heran jika di sepanjang kanal dapat disaksikan cukup banyak perahu-perahu yang merupakan tempat tinggal bagi masyarakat sekitar.
"Meski kedalaman sungai hanya tiga meter, kita selalu bilang kepada wisatawan untuk tidak berdiri saat melewati jembatan. Karena sangat banyak jembatan di kota ini, bisa sampai 1.300 jembatan," lanjut Juliette.
Juliette menambahkan, Amsterdam juga merupakan surganya bagi pejalan kaki dan pedestrian. Juliette bahkan menyebut jumlah sepeda di Amsterdam bisa 1,5 hingga dua kali lipat dari populasi masyarakatnya. Sepeda, lanjut Juliette, menjadi transportasi utama bagi masyarakat di Amsterdam untuk bekerja, sekolah, hingga belanja.
"Makanya di sepanjang tepi kanal bisa kita lihat begitu banyak parkiran sepeda, ini sudah menjadi budaya bagi masyarakat Amsterdam," ucap dia.
Di Belanda rasanya kurang afdol jika tidak mengunjungi kincir angin. Dengan jarak tempuh sekitar setengah jam dari Amsterdam, Anda bisa menjejakkan kaki di desa kecil di wilayah Zaandam, yakni Zaanse Schans.
Desa ini akan membawa kita pada kehidupan masyarakat Belanda di abad ke-17 dan ke-18 dengan rumah-rumah kuno yang otentik hingga kincir angin itu sendiri. Sejumlah rumah di desa ini masih berfungsi sebagai tempat pembuatan keju, roti, hingga tenun. Jangan lewatkan juga berkunjung ke museum klompen atau sepatu kayu khas Belanda yang menampilkan ragam klompen dari zaman dulu hingga yang terbaru.
Setelah puas berkeliling, Anda bisa menutup hari dengan menikmati senja di Volendam, sebuah desa nelayan yang berjarak sekitar 20 kilometer (km) dari Amsterdam. Arsitektur rumah-rumah khas nelayan berpadu dengan ragam restoran makanan laut yang segar.
Jika memiliki cukup waktu, tak ada salahnya berkunjung ke Többen Gifts & Souvenirs BV. Toko suvenir yang berdiri sejak 1887 ini tak sekadar menjajakan pernak-pernik khas Belanda, melainkan juga menyediakan bioskop mini secara gratis.
Pemilik toko suvenir, Többen Gifts & Souvenirs BV, Hans Többen, biasanya meminta pengunjung menyaksikan video singkat di bioskop mini tersebut sebelum berbelanja. Dalam video berdurasi sekitar delapan menit, pengunjung akan diajak ke masa lampau melihat upaya orang-orang Belanda berjuang melawan air. Maklum saja, Belanda merupakan negara yang mayoritas wilayahnya berada di bawah permukaan laut.
Konsistensi dan komitmen tinggi menjadi kunci utama bagaimana Belanda akhirnya bisa berdamai dengan air berkat pembangunan bendungan hingga kanal-kanal yang mengelilingi kota.
Hans menyampaikan, Belanda merupakan bangsa yang amat menghargai sejarahnya meski telah mengalami banyak perubahan, terlebih di era modernisasi seperti saat ini. Kata Hans, hal ini bisa terlihat dari keberadaan gedung-gedung tua di masa lampau yang masih terjaga dengan baik saat ini.
"Lihat saja Volendam, desa nelayan ini dibangun pada 1.200, tapi sampai saat ini masih melestarikan pakaian tradisionalnya," ucap Hans.
Hans mengatakan pakaian tradisional laki-laki memiliki celana gombrang hitam dengan baju berwarna merah dan songkok hitam, serta klompen atau sepatu kayu khas Belanda. Sementara bagi perempuan, dominasi warna hitam terpampang dari baju hingga rok besar yang dipadupadankan dengan topi runcing berwarna putih. Tak ketinggalan juga klompen dengan warna menarik. Tak hanya menjadi aksesoris bagi warga setempat, lanjut Hans, wisatawan juga bisa berkesempatan berfoto mengenakan pakaian tradisional Belanda di Volendam.
"Biasanya saat Ahad dan hari raya, pakaian tradisonal ini dilengkapi dengan bordiran yang sangat indah," lanjut Hans.
Hans sendiri merupakan generasi keempat di keluarganya yang mengelola toko ini. Sebelum berjualan suvenir, buyut Hans berjualan pakaian dan furnitur untuk warga setempat. Hans mengatakan transformasi usaha terjadi saat perang dunia II berakhir pada 1945. Saat itu, mulai banyak turis datang ke Volendam.
"Setelah Perang Dunia II, pelan-pelan banyak turis dan kami mulai jualan sepatu kayu karena semua kan masih jalan pakai sepatu kayu. Melihat animo turis yang datang semakin banyak maka akhirnya beralih jualan suvenir," ungkap Hans.
Hans menyampaikan Volendam ramai dikunjungi turis saat liburan hari raya seperti Paskah, Natal, Imlek, dan Idul Fitri. Namun, tingkat kunjungan turis perlahan menghilang akibat pandemi covid-19. Hans mengaku senang saat ini kondisi telah berangsur membaik. Pemerintah Belanda tak lagi menerapkan aturan protokol covid-19 sehingga para wisatawan mulai kembali berdatangan ke Volendam.
"Sekarang setelah semua negara sudah travelling, jadi ramai terusn yapi biasanya paling sibuk kita pas musim Tulip di selatan Belanda. Akhir Maret sampai pertengahan Mei itu orang-orang datang dari berbagai negara," sambung dia.
Bagi Hans, wisatawan asal Indonesia memiliki tempat tersendiri di hatinya. Tak hanya karena jumlahnya yang banyak, namun Hans mengaku senang dengan keramahan orang-orang Indonesia yang datang berkunjung ke Volendam.
"Wisatawan Indonesia sangat banyak dan mereka sangat senang berbelanja, dari kaos hingga magnet. Kadang-kadang mereka juga memberikan oleh-oleh untuk kami seperti yang Rupiah dan jersey sepak bola," kata Hans sembari menunjukan jersey tim nasional Indonesia.