REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cairan pemutih merupakan cairan serbaguna yang bisa digunakan untuk keperluan disinfeksi hingga menjaga warna pakaian. Meski begitu, penggunaan cairan pemutih di dalam area rumah mungkin sebaiknya dihindari.
Menurut Advanced Vapor Technologies, penggunaan cairan pemutih di area rumah bisa membawa beberapa risiko merugikan yang jarang disadari. Risiko-risiko ini bisa muncul akibat beberapa hal.
Salah satu di antaranya adalah penggunaan cairan pemutih yang salah atau tidak semestinya. Misalnya, tidak menggunakan air dalam jumlah yang tepat untuk mencairkan cairan pemutih.
Hal lain yang juga dapat memicu risiko merugikan adalah cairan pemutih bereaksi dengan zat kimia lain yang mengandung amonia atau asam. Reaksi kimia ini bisa memunculkan zat kimia berbahaya lain yang tak semestinya ada di lingkungan rumah.
Risiko juga bisa datang dari kejadian tidak sengaja mengonsumsi cairan pemutih. Hal ini biasanya terjadi pada anak kecil atau hewan peliharaan.
Di samping itu, penggunaan cairan pemutih secara rutin di rumah juga bisa memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan. Beberapa di antaranya adalah memicu kerusakan dan peradangan pada sel paru atau membuat sel paru menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Penggunaan cairan pemutih secara rutin di rumah juga dapat memunculkan kekhawatiran terkait kesehatan masyarakat.
Apa Alternatifnya?
American Lung Association mengungkapkan bahwa air hangat dan sabun bisa menjadi salah satu alternatif pengganti cairan pemutih yang lebih aman. Alternatif lain yang juga direkomendasikan adalah baking soda untuk keperluan scrubbing atau menggosok serta cuka yang dicampur air untuk keperluan membersihkan kaca.
Bila menginginkan sesuatu yang lebih kuat, Beyond Toxics merekomendasikan washing soda, boraks, atau cuka putih untuk memutihkan pakaian. Beyond Toxics juga merekomendasikan orang-orang membuat alternatif cairan pemutih sendiri di rumah dengan mencampurkan sabun cair, gliserin, air, boraks, sari lemon, dan beberapa tetes minyak esensial.