REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas fisik harian pada anak usia sekolah di Indonesia masih banyak yang belum mencapai tingkat kecukupan sedang yang direkomendasikan. Merujuk pada penelitian terbaru dari South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II) sebanyak 47,8 persen anak laki-laki berusia 7-9,9 tahun memiliki aktivitas fisik rendah dan 75,4 persen anak perempuan dengan tingkat usia sama memiliki aktivitas fisik rendah.
Peneliti SEANUTS II Dr Listya Tresnanti Mirtha mengatakan bahwa problem ini bermuara dari pola pikir yang salah terkait aktivitas fisik. Menurut dia, selama ini mayoritas orang Indonesia hanya mengenal istilah olahraga, yang identik dengan intensitas berat, memiliki norma aturan, serta sifatnya kompetisi.
"Makanya kalau kita denger olahraga pasti keluarnya negatif. Nggak salah, karena dari TK sampai SMA pelajarannya yang ada olahraga, nggak ada pelajaran aktivitas fisik, sementara olahraga di sekolah identiknya apa? Lari muter lapangan, panas, sehingga mindset itulah yang terbentuk dan menjadi ketakutan seseorang untuk bergerak aktif," kata Dr Listya di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Padahal, tidak hanya olahraga yang bisa dilakukan untuk mencapai titik bugar. Seseorang juga bisa melakukan aktivitas fisik dan latihan fisik. Dr Listya menjelaskan, aktivitas fisik itu artinya seluruh gerakan kontraksi dari otot rangka yang mengeluarkan energi expenditure, yakni pengeluargan energi total individu berasal dari tiga komponen, yaitu metabolisme basal, efek konsumsi makanan, dan aktivitas fisik.
"Mau duduk, mau berdiri, mau jalan, lari, itu semua aktivitas fisik, cuma energi antara tidur dan duduk gedean duduk, antara berdiri sama duduk gedean berdiri, bagaimana kita mengupayakan supaya energi expenditure lebih gede," kata Dr Listya.
Sementara latihan fisik adalah bagian dari aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur. Misalnya seorang anak mengikuti klub basket yang membuatnya rutin beraktivitas fisik selama dua kali dalam sepekan.