Jumat 10 Jun 2022 13:11 WIB

Empat Kasus Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Ditemukan di Bali

Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 mampu menghindar dari imunitas tubuh.

Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 mampu menghindar dari imunitas tubuh.
Foto: Public Domain Pictures
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 mampu menghindar dari imunitas tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI sedang mewaspadai kenaikan angka kasus COVID-19 di Indonesia berdasarkan hasil temuan empat kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Provinsi Bali. "Memang saat ini sudah keluar Variants under Monitoring (VuM) seperti Omicron BA.4 dan BA.5. Ini yang memicu kenaikan kasus di Eropa, Amerika dan Asia. Itu sudah ditemukan di Indonesia kemarin di Bali, ada empat orang kena," kata Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Kick Off Integrasi Layanan Kesehatan Primer di Gedung Sujudi Kemenkes RI, Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Budi mengatakan, varian BA.4 dan BA.5 memiliki karakteristik mampu menghindar dari imunitas tubuh manusia yang dibentuk oleh vaksin serta menyebar secara cepat. Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat (AS) melaporkan subvarian Omicron BA.2.12.1 (Stealth Omicron) adalah bentuk dominan COVID-19 yang saat ini yang beredar di AS. 

Baca Juga

Data CDC menunjukkan bahwa subvarian BA.4 dan BA.5 sekarang mewakili hingga 7 persen dari kasus COVID-19 baru.Budi mengatakan empat kasus BA.4 dan BA.5 terdeteksi di Bali pada Mei 2022. Sedangkan hasil penelitian Genom Sekuensing terkait hal itu telah diterima Kemenkes pada Kamis (9/6) malam. Budi mengatakan, kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara, termasuk Indonesia dalam tiga pekan terakhir disebabkan oleh varian baru. 

"Bukan disebabkan liburan atau hari besar, tapi varian baru," katanya.

Namun, Budi memastikan situasi kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia sebesar 31 persen dalam tiga pekan terakhir masih dalam situasi terkendali jika dilihat berdasarkan dua indikator panduan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Dua indikator yang dimaksud di antaranya positivity rate atau proporsi orang positif dari keseluruhan orang yang dites. 

"Di Indonesia positivity rate di bawah 5 persen. Secara nasional sekarang 1,15 persen, paling tinggi di DKI Jakarta 3 persenan," katanya.

Untuk itu, Kemenkes sedang berupaya mencegah peningkatan angka kasus di wilayah DKI Jakarta dengan mengintensifkan pelacakan kasus dan penegakan protokol kesehatan. Indikator kedua, kata Budi, adalah transmisi komunitas atau angka penularan SARS-CoV-2 di masyarakat. 

"Untuk indikator transmisi berdasarkan ketentuan WHO adalah 20 per 100.000 penduduk per pekan. Sekarang Indonesia sekitar 1 per 100.000 penduduk," katanya.

Budi memastikan kedua indikator itu masih sangat terkendali di Indonesia sehingga masyarakat diimbau untuk tidak cemas terhadap situasi kenaikan kasus yang kini terjadi di Indonesia. "Yang terpenting sekarang adalah booster-nya (vaksin dosis ketiga). Kalau di dalam ruangan yang padat, upayakan tetap menggunakan masker," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement