Jumat 03 Jun 2022 15:29 WIB

Apa itu Flu Singapura? Kenali Gejala, Penyebab, dan Cara Penyembuhannya

Beberapa bulan terakhir jumlah kasus flu Singapura di Indonesia sedang meningkat

Dokter spesialis anak Rumah Sakit Azra, Wita Rostania. Beberapa bulan terakhir jumlah kasus flu Singapura di Indonesia sedang meningkat.
Foto: RS Azra
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Azra, Wita Rostania. Beberapa bulan terakhir jumlah kasus flu Singapura di Indonesia sedang meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa bulan terakhir ada satu infeksi virus yang sedang naik daun dan meningkat jumlah kasusnya di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Bogor. Penyakit ini dikenal dengan sebutan flu Singapura atau nama medisnya adalah HFMD (Hand, Foot, and Mouth Disease). Dalam bahasa Indonesia disebut Penyakit Kaki Tangan dan Mulut (KTM). 

Menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Azra, Wita Rostania, walaupun disebut dengan flu Singapura tapi sebenarnya penyakit ini tidak ada hubungannya dengan flu dan negara Singapura. "Penyakit ini dilaporkan pertama kali di Toronto, Kanada pada tahun 1957, virus penyebabnya ditemukan pertama di Kalifornia tahun 1969," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (3/6/2022).

Baca Juga

Lalu apa hubungannya dengan Singapura? Pada tahun 2000 dilaporkan wabah besar di Singapura yang menyerang anak-anak usia sekolah dengan gejala yang mirip flu, demam, sariawan, dan bercak merah di tangan dan kakinya. Wabah di Singapura tersebutlah yang diduga menjadi sumber transmisi pertama kali ke Indonesia (dilaporkan di Batam dan Jakarta pada tahun 2000) sehingga dikenal dengan nama flu Singapura.

Walaupun secara gejala klinis penyakit ini tergolong ringan tapi virus ini sangat menular. "Angka transmisi kontak erat serumah sebesar 52% dan dari anak ke orang tua sebesar 41%," kata Wita.

Penyebab HFMD adalah virus dari genus Enterovirus dengan spesies tersering penyebabnya adalah Coxsackievirus dan Human Enterovirus 71 (HEV 71). Gejala keduanya yang sulit dibedakan tapi pada HEV 71 lebih sering mengakibatkan komplikasi yang berat (10-30%). Karena disebabkan oleh virus, penyakit ini disebut juga sebagai self-limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya.

HFMD ditularkan melalui kontak langsung lendir dari hidung dan tenggorokan, droplet saat bicara/bersin/batuk, ludah, cairan dari kulit yang melepuh saat memeluk/mencium, dan dari feses anak yang menderita HFMD. Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung dari objek yang terkontaminasi oleh cairan tersebut, misalnya permukaan pintu, gagang pintu, mainan, alat makan yang dipakai bersama.

Penularan biasanya terjadi pada minggu pertama sakit. Namun dari penelitian, virus penyebab HFMD pada apus tenggorokan anak yang menderita HFMD masih dapat ditemukan pada dua minggu paska infeksi, bahkan sampai 11-12 minggu dari feses. 

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada balita, walaupun sebenarnya juga dapat mengenai dewasa. Namun karena pada orang dewasa sudah memiliki antibodi, biasanya 53% dewasa yang terinfeksi tanpa gejala. Namun orang dewasa dapat berperan menjadi pembawa virus (carrier) dan menyebarkan virus ini ke orang lain.

Anak yang terinfeksi virus penyebab HFMD biasanya mengalami masa inkubasi (masa antara infeksi terjadi hingga munculnya gejala) antara 2-6 hari. Berat ringannya gejala tergantung dari usia anak dan status imunnya. Anak yang terinfeksi bisa saja tanpa gejala, gejala ringan tanpa komplikasi misalnya hanya ruam-ruam di kulit saja, atau bisa juga dengan komplikasi yang dapat fatal. "Faktor risiko kasus berat adalah malnutrisi pada anak, kepadatan penduduk, dan anak dengan imunodefisiensi," jelas Wita.

Gejala pada dua hari pertama adalah demam tinggi antara 38-39 derajat celcius (terjadi pada 76% anak). Anak juga akan tampak lemas, nafsu makan menurun, mengeluh nyeri menelan, muncul lesi merah di kulit, adanya sariawan baik di lidah, gusi, langit-langit mulut, maupun faring.

Sering juga disertai gejala infeksi saluran napas lainnya dan mulai muncul adanya lenting berisi cairan di badan terutama di tangan dan kaki. Lenting yang berisi cairan ini kemudian akan pecah dan menjadi ulkus yang terasa nyeri. Lenting ini sering kali muncul di mulut (67%), tangan-kaki (46%), wajah (41%), dada (19%), paha (35%), pantat, serta sekitar kelamin dan anus.

Anak menjadi sulit minum dan makan sehingga asupan berkurang dan rentan menjadi dehidrasi. Gejala ini biasanya akan sembuh dalam 7-10 hari. Walaupun sebagian besar gejalanya ringan, tapi beberapa kasus dilaporkan mengalami komplikasi yang berat misalnya radang selaput otak, lepasnya kuku jari tangan dan kaki.

Tidak ada antivirus spesifik untuk mengobati penyakit ini, obat diberikan sesuai dengan gejala yang muncul misalnya dengan pemberian parasetamol atau ibuprofen bila anak demam atau mengeluhkan nyeri. Obat antinyeri kumur/semprot/oles dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri pada sariawan sehingga diharapkan anak menjadi tetap mau makan dan minum dan mencegah terjadinya dehidrasi.

Menurut Wita, pemberian cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi adalah hal yang penting dilakukan. Dehidrasi sedang sampai berat adalah komplikasi tersering yang merupakan alasan utama perawatan di RS.

Komplikasi berat lainnya yang perlu diwaspadai oleh orang tua adalah adanya nyeri kepala disertai mual muntah dan fotofobia, adanya perubahan perilaku atau penurunan kesadaran serta munculnya kejang. Apabila muncul gejala berat seperti di atas, segera bawa ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. "Lepasnya kuku jari tangan dan kaki tidak bersifat permanen, nantinya kuku akan tumbuh kembali," ujar Wita.

Upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan antara lain jika ada anak menderita HFMD, diharapkan tetap berada di rumah (isolasi) selama 7-10 hari setelah munculnya gejala. Terapkan pola hidup bersih dan sehat dengan melakukan kebersihan tangan dan tidak berbagi peralatan makan minum, handur, dan mainan.

Melakukan pembersihan/disinfeksi mainan, peralatan makan dan handuk secara teratur. Cuci tangan sesering mungkin, menutup mulut saat batuk/bersin, menghindari untuk memegang mata hidung dan mulut, hindari kontak erat dengan anak sakit yang tinggal serumah. Cukup istirahat dan berolah raga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement