REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Di tengah kenaikan harga bahan pokok, keinginan untuk lebih menghemat pengeluaran tentu menjadi agenda utama masyarakat, terutama para ibu. Salah satu cara mudah untuk mengendalikan pengeluaran rumah tangga adalah lewat penghematan penggunaan listrik agar tagihan tiap bulan tetap sesuai anggaran bahkan jika memungkinkan lebih rendah dari bujet.
Satu cara mudah untuk menghemat listrik adalah dengan menggunakan panel surya di rumah. Belakangan panel surya banyak digunakan di perkantoran. Ini terlihat dari banyak gedung di Ibu Kota yang telah memiliki panel surya pada bagian atap bangunan atau dikenal dengan istilah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merupakan salah satu pihak yang akan menempatkan PLTS atap di seluruh gedung. Rencananya tersebut diperkirakan akan rampung pada tahun ini.
Banyak faktor yang membuat instansi pemerintah maupun swasta menggunakan PLTS atap. Alasan utamanya adalah untuk menghemat penggunaan listrik.
Seperti diketahui, perkantoran lazimnya beroperasi pagi hingga sore. Sedangkan malam harinya penggunaan listrik yang besarannya tinggal lima hingga sepuluh persen saja sehingga penggunaan PLTS atap membuat penghematan listrik secara signifikan.
Mengacu kepada data yang disampaikan Direktur Aneka Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Chrisnawan Anditya pelanggan PLTS atap di Indonesia sudah mencapai 4.262 pelanggan. Angka ini merupakan capaian yang sangat tinggi dibanding pertama kali Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) dicetuskan tahun 2018 yang baru mencapai 609 pelanggan.
Semakin tingginya minat masyarakat untuk menggunakan PLTS atap juga diakui Satya Widya Yudha, anggota Dewan Energi Nasional. Dia mengatakan, penggunaan PLTS atap naik secara signifikan dan ini menjadi tanda bahwa Indonesia mampu melakukan bauran energi 23 persen di tahun 2025.
Kebijakan pemanfaatan energi surya ini mendapat tanggapan positif dari perusahaan penyedia perangkat PLTS atap yang mulai bertumbuh di tengah pandemi. Seiring dengan hal itu penting adanya perlindungan konsumen/pengguna perangkat ini. Jangan sampai investasi yang ditanamkan untuk teknologi ini ternyata hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Pemasok atau produsen PLTS atap yang beroperasi di Indonesia sudah sepatutnya mengantongi SNI. Hal ini bertujuan agar pengguna perangkat PLTS atap terlindungi dan merasakan manfaat dalam jangka panjang.
Apabila masyarakat maupun pelaku usaha telah merasakan manfaat dari PLTS atap maka tidak tertutup kemungkinan yang semula teknologi ini hanya sebagai tren untuk bangunan premium maka kini menjadi kebutuhan.
Melihat fenomena ini, Satya Widya Yudha berharap teknologi PLTS atap ini dapat diserap masyarakat dan pelaku UMKM. Hadirnya teknologi ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi di masyarakat. Harapannya masyarakat punya tabungan dari penggunaan listrik yang dihemat. Dengan demikian dana tersebut dapat dimanfaatkan keperluan lain yang membuat ekonomi kian bergerak.
Kebutuhan itulah yang dijawab oleh SUNterra yang menyediakan layanan instalasi energi surya bagi pelanggan residensial dan komersial berskala kecil hingga menengah berbasis teknologi. “Aksi nyata pengurangan dampak perubahan iklim untuk menyediakan lingkungan yang layak bagi generasi masa depan merupakan tugas yang harus dilakukan oleh seluruh pihak saat ini dan sekarang juga,'' ujar Fanda Soesilo, Chief Executive Officer SUNterra, dalam siaran pers, Selasa (31/5).
Bertujuan untuk mencapai 2 GWp pada tahun 2025, Grup SUN membawa visi memberikan nilai tambah kepada para pelanggan dalam aksi nyata mengurangi dampak perubahan iklim melalui layanan terintegrasi yang sesuai dengan kebutuhan mitra bisnis.
SUNterra hadir untuk melengkapi ekosistem industri energi surya yang berfokus pada sektor residensial dan komersial skala menengah di Indonesia. Sejak tahun 2020 didirikan, SUNterra telah mencatatkan proyek PLTS lebih dari 1,5 MWp dalam kurun waktu setahun beroperasi.