Kamis 19 May 2022 13:25 WIB

Pakar: Harus Ada Skenario Terburuk dari Kebijakan Pelonggaran Masker

Pemerintah tetap harus punya kemungkinan skenario terburuk dari pelonggaran masker.

Pemerintah tetap harus punya kemungkinan skenario terburuk dari pelonggaran masker.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Pemerintah tetap harus punya kemungkinan skenario terburuk dari pelonggaran masker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan, kebijakan pelonggaran masker perlu disikapi pemerintah Indonesia dengan mengintensifkan pengawasan kasus COVID-19 hingga kemungkinan skenario terburuk. "Memang kasus kita sudah melandai dan angka kepositifan serta reproduksi sudah rendah. Di banyak negara juga sudah melonggarkan pemakaian masker di luar ruangan," kata Tjandra yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Menurut Yoga, kebijakan baru itu perlu pengawasan secara seksama, di antaranya dengan meningkatkan jumlah tes, sehingga kalau ada kenaikan kasus, kebijakan dapat dievaluasi. Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Asia Tenggara itu juga mendorong perlunya peningkatan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) yang dapat mendeteksi varian baru atau subvarian Omicron, seperti BA.4 dan BA.5 yang sudah terdeteksi di Singapura.

Baca Juga

"Kita tahu ada tiga kemungkinan skenario varian COVID-19 yang perlu diperhitungkan kalau terjadi di bulan-bulan mendatang," katanya.

Skenario yang dimaksud, di antaranya vaksinasi dosis ketiga atau penguat secara berulang untuk meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga keadaan jauh lebih ringan dari sekarang. Namun, ada juga kemungkinan terburuk yang memerlukan skenario mitigasi, yakni saat muncul varian baru yang lebih menular dan meningkatkan derajat keparahan pasien. 

"Mungkin perlu penyesuaian vaksin. Tentu kita harapkan situasi terburuk itu tidak terjadi," katanya.

Tjandra yang saat ini sedang berada di New York, Amerika Serikat dalam rangka menghadiri agenda wisuda putrinya di Columbia University itu melaporkan pengamatannya terhadap perilaku masyarakat setempat terhadap pelonggaran bermasker. "Di tempat terbuka tidak usah lagi pakai masker, namun tetap saja ada sejumlah orang yang pakai masker. Di ruangan tertutup yang masih harus pakai masker, seperti kereta api dan bus serta ruang lain seperti restoran, tempat pertunjukan, masih ada orang yang tidak pakai masker," katanya.

Salah satu situasi yang menyita perhatian Tjandra di Amerika Serikat, banyak tempat yang memfasilitasi masyarakat setempat untuk mengakses layanan RT PCR secara gratis pada tenda-tenda yang tersedia di ruang publik. "Seperti saat saya berfoto di Forrest Hill New York ini. Artinya, jumlah tes dapat tetap terjaga tinggi, sesuatu hal yang baik kalau kita lakukan di Indonesia," katanya.

Sementara itu, pada 16 Mei 2022 otoritas Kesehatan New York mengeluarkan kebijakan baru, karena ada higj level of COVID-19 alert berdasarkan jumlah kasus maupun angka masuk rumah sakit. 

"Dikeluarkan advisory yang menyebutkan penggunaan masker di semua ruangan umum tertutup. Ini adalah salah satu bentuk penyesuaian kebijakan yang mungkin juga kita pertimbangkan di hari-hari mendatang, kalau diperlukan," kata Tjandra.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement