Jumat 13 May 2022 22:39 WIB

Pengembangan Wisata Halal di Indonesia Dinilai Masih Lambat

Wisata halal merupakan sebuah tuntutan bagi segmentasi Muslim.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Friska Yolandha
Foto udara pembangunan masjid terapung di Pantai Carocok, Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Selasa (22/12/2020). Pemkab Pesisir Selatan membangun masjid terapung di objek wisata Pantai Carocok dengan biaya Rp27,5 miliar sebagai upaya mewujudkan pariwisata halal dan ikon baru di kabupaten itu.
Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA
Foto udara pembangunan masjid terapung di Pantai Carocok, Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Selasa (22/12/2020). Pemkab Pesisir Selatan membangun masjid terapung di objek wisata Pantai Carocok dengan biaya Rp27,5 miliar sebagai upaya mewujudkan pariwisata halal dan ikon baru di kabupaten itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Indonesia dinilai masih lambat dalam mengembangkan wisata halal. Karenanya, jangan heran pasar wisata halal diambil negara-negara tetangga yang Muslimnya minoritas.

Padahal, wisata halal tersebut merupakan sebuah tuntutan bagi segmentasi Muslim. Sebab, umat Islam di seluruh dunia miliaran jumlahnya, dan sangat penting bisa diluaskan pemahaman tentang halal yaitu bersih dan sehat.

Baca Juga

"Karena itu, orang non-Muslim di Eropa senang dengan produk halal," kata Dewan Penasihat Jaringan Wisata Muhammadiyah (JWM), Tazbir Abdullah dalam bincang-bincang Pameran UMKM dan Pariwisata Ekonomi: Kemanfaatan Memiliki Label Halal yang digelar Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPP) DPC Sleman, Jumat (13/5/2022).

Maka itu, ia menyarankan, pemerintah lebih serius mengembangkan wisata halal. Apalagi, lanjut Tazbir, saat tidak didukung Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Indonesia akan ketinggalan. Karenanya, Muhammadiyah turut memberi fokus ke sana.

Melalui JWM, Muhammadiyah tidak hanya fokus kepada pendidikan dan kesehatan. Kini, mulai mengembangkan JWM yang terkait wisata halal karena Muhammadiyah merupakan organisasi yang terbesar di dunia yang anggotanya tersebar pula di seluruh dunia.

JWM semakin giat mendorong pelaku wisata untuk mengembangkan wisata halal. Tazbir berharap di DIY sertifikasi halal menjadi tuntutan masyarakat karena wisata halal semakin luas, termasuk makanan/minuman dan akomodasi yang harus ada label halal.

"Karena tanpa label halal tidak dijamin halal," ujar Tazbir.

Founder & CEO biznDs, M Budi Negoro berpendapat, sertifikasi halal menjadi bisnis besar. Sebab, dengan sertifikasi halal bisa meningkatkan omset. Misal, restoran-restoran Jepang yang bersertifikat halal selalu terlihat antrean yang panjang.

Ia menekankan, pada era keterbukaan seperti sekarang banyak produk asing masuk ke Indonesia dan memiliki sertifikat halal. Karenanya, UMKM yang tidak memiliki atau mengurus sertifikat halal terciderai, apalagi sudah ada UU Jaminan Produk Halal.

"Yang mewajibkan semua usaha di Indonesia harus bersertifikat halal," kata Budi.

Wakil Ketua Panitia Pameran Tetra, Budiarto menambahkan, sertifikasi memang jadi fokus utama. Karenanya, terkait sertifikasi halal, HIPPPI DPC Kabupaten Sleman bekerja sama Jaringan Wisata Muhammadiyah akan memberikan subsidi pengurusan.

"Bagi 10 UMKM yang menjadi peserta pameran UMKM dan pariwisata," ujar Budiarto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement