REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Penelitian yang dilakukan di University of Oxford menyebutkan, orang yang pernah terinfeksi Covid-19 menunjukkan abnormalitas otak jika dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi. Penelitian tersebut menganalisis perbedaan hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum dan setelah terkena Covid-19.
Ahli pulmanologi dan kedokteran respirasi Universitas Airlangga (Unair), Arief Bakhtiar menjelaskan, istilah lain untuk keadaan abnormalitas otak pasca Covid-19 adalah brain fog. Ketika mengalaminya, orang akan merasa sulit untuk berkonsentrasi dan tidak bisa fokus ketika memikirkan suatu hal.
Akan tetapi, menurut Arif, brain fog bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala dari kondisi tertentu yang bisa memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir dan mengingat. Gejala pasca Covid-19 itu juga disebut long Covid.
Arif menyatakan, penelitian yang dilakukan di University of Oxford menyebutkan adanya penyusutan volume otak sebesar 0,2-2 persen, yang terjadi pada bagian grey matter dan bagian otak terkait indra penciuman serta memori. Namun, penelitian yang dilakukan belum bisa memastikan abnormalitas otak ini bersifat permanen atau tidak.
"Keluhan brain fog bisa dikurangi dengan metode terapi oleh dokter saraf," ujarnya.