Jumat 25 Mar 2022 00:05 WIB

Nielsen: Diperbolehkannya Mudik Lebaran Jadi Kesempatan Merek Beriklan

Lembaga riset konsumen Nielsen menyebut mudik jadi momen merek beriklan

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Lembaga riset konsumen Nielsen menyebut mudik jadi momen merek beriklan. Ilustrasi.
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Lembaga riset konsumen Nielsen menyebut mudik jadi momen merek beriklan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga riset konsumen Nielsen menyebut kebijakan Pemerintah yang memperbolehkan mudik Lebaran 2022/Idul Fitri 1443 H bisa menjadi kesempatan merek-merek untuk beriklan lebih gencar. Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia Hellen Katherina mengatakan mudik Lebaran tahun ini tidak lagi mewajibkan syarat tes Covid-19 sehingga masyarakat akan lebih berani menggunakan transportasi publik seperti kereta api, bus, atau pesawat terbang.

"Hal-hal ini tentu akan menggairahkan bisnis online travel, ticketing, bisnis pariwisata, juga menggairahkan bagi pemilik brand karena aktivasi brand, kampanye saat mudik itu, sekarang bisa dilakukan lagi. Misal beriklan di airport atau pasang iklan di billboard di sepanjang jalur mudik," kata Hellen dalam jumpa pers daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (24/3/2022).

Baca Juga

Ia juga menilai aktivitas mudik akan kembali marak setelah dua tahun pandemi sempat dilarang dan dibatasi. Hasil survei Nielsen Consumer and Media View di 11 kota besar di Indonesia menunjukkan sebanyak 13 persen orang melakukan mudik Lebaran 2019. Namun, angka tersebut anjlok pada 2020 menjadi tujuh persen karena adanya larangan mudik.

"Namun kami melihat banyak masyarakat yang sejak awal PJJ (pembelajaran jarak jauh), bekerja dari rumah, itu sudah mudik duluan, sebelum Ramadhan," katanya.

Pada 2021, jumlah masyarakat yang mudik naik menjadi 25 persen meski ada kebijakan PPKM. Menariknya, lanjut Hellen, perjalanan luar kota atau mudik lebih tinggi yang menggunakan kendaraan pribadi karena lebih aman.

"Di 2022, dengan tidak lagi dibutuhkan antigen dan PCR untuk perjalanan mudik, tentu akan naik lebih tinggi dari tahun lalu dan pilihan moda transportasinya tidak fokus ke kendaraan pribadi saja," imbuhnya.

Lebih lanjut, Hellen menjelaskan belanja iklan mengalami kenaikan signifikan selama masa pandemi. Sepanjang 2019-2020, ada kenaikan belanja iklan hingga 26 persen. Demikian pula belanja iklan pada tahun 2021 naik 14 persen dibandingkan 2020.

"Kenaikan tersebut dikontribusi dari kenaikan jumlah spot tayang dan kenaikan rate card dari stasiun TV," katanya.

Sebelumnya, laporan tahunan Nielsen mencatat belanja iklan sepanjang 2021 tumbuh 14 persen dari 2020 dengan total belanja iklan baik di televisi, channel digital, media cetak, maupun radio mencapai Rp 259 triliun, berdasarkan perhitungan gross rate card. Hellen mengatakan televisi masih menjadi saluran iklan pilihan para brand dengan 78,2 persen, disusul channel digital 15,9 persen, media cetak 5,5 persen, dan radio 0,4 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement