Rabu 16 Feb 2022 07:50 WIB

Ini Alasan Plasma Konvalesen Masih Efektif Obati Covid 19

Penggunaan terapi plasma konvalesen terus dilakukan melalui serangkaian penelitian.

Warga penyintas COVID-19 mendonorkan plasma darahnya di Sentra Donor Plasma Konvalesen (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Warga penyintas COVID-19 mendonorkan plasma darahnya di Sentra Donor Plasma Konvalesen (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Plasma konvalesen merupakan plasma yang diambil dari orang yang sudah pulih dari Covid-19 dan darahnya memiliki antibodi melawan SARS-CoV-2. Terapi Plasma Konvalesen (TPK) yang efektif dapat mencegah pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit dalam 28 hari setelah menerima transfusi plasma. 

Hal tersebut merupakan hasil studi dan penelitian yang dikeluarkan Johns Hopkins Medicine and the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, terkait penggunaan plasma konvalesen sebagai pengobatan awal untuk pasien penderita Covid-19.

Untuk saat ini, penggunaan Terapi Plasma Konvalesen masih terus dilakukan melalui serangkaian penelitian. Hal tersebut didasari pada pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 7 Desember 2021 yang menyebutkan plasma konvalesen harus diberikan pada pasien yang berada di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan yang berbasis penelitian. 

“Ternyata hal tersebut juga banyak dilakukan baik di rumah sakit di Indonesia maupun di luar negeri,” papar Dr dr Monica, Sp.An., KIC., M.Si., MM., MARS., Direktur Utama RS Unggul Karsa Medika Bandung, yang berbicara mengenai efektivitas plasma konvalesen dalam menanggulangi pasien Covid-19 dalam siaran pers, Rabu (16/2).

Menurut Dok Mo, panggilan akrab dokter Monica, penelitian plasma konvalesen masih terus berlangsung. Pihaknya pun selalu berkomunikasi secara intensif dengan para peneliti plasma konvalesen, baik yang saat ini bertugas di Mayo Clinic, Johns Hopkins University, dan juga Albert Einstein College of Medicine. 

photo
Dr dr Monica Sp.An, KIC, M.Si, MM, MARS - (dok pribadi)

Langkah serupa juga dilakukan oleh pihak Palang Merah Indonesia (PMI) yang berharap pasien penderita Covid-19 akan mendapatkan plasma konvalesen dengan kadar antibodi yang terbaik. “Dengan meningkatnya terapi plasma konvalesen ini juga dapat membantu dan mendukung  penelitian atau uji klinis yang saat ini masih berjalan, dan  dilakukan oleh berbagai pihak, agar kita mengetahui efektivitas dari terapi plasma konvalesen bagi penderita Covid 19,” ujar dr Niken Ritchie M.Biomed, Kepala UDD PMI DKI Jakarta, yang dikutip dari PMIDKIJakarta.or.id.

Ia juga menjelaskan tubuh para penyintas Covid-19 yang melakukan donor plasma konvalesen akan menjadi lebih sehat dan imun tetap terjaga. Ini karena fungsi plasma darah adalah membawa berbagai zat penting, seperti protein, hormon, dan nutrisi ke sel-sel yang berbeda di dalam tubuh.  Hal tersebut terkait juga dengan hormon pertumbuhan yang membantu otot dan tulang bertumbuh, serta hormon pembekuan yang membantu tubuh menghentikan pendarahan saat mengalami luka.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika (FDA) pun telah mengeluarkan pernyataan bahwa plasma konvalesen dapat diberikan kepada pasien rawat jalan di samping kepada pasien rawat inap. Terapi ini diberikan  terutama kepada pasien-pasien yang memiliki gangguan imunitas atau mendapatkan terapi imunosupresif. 

Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian multicenter di AS yang menemukan pemberian plasma konvalesen secara dini dapat mencegah tindakan rawat inap lebih dari 50 persen. Terlebih lagi penelitian besar tersebut mengacu kepada pemberian plasma konvalesen dalam sembilan hari pertama sejak gejala pertama penyakit Covid-19 timbul. Ternyata hal tersebut juga menjadi parameter pemberian Terapi Plasma Konvalesen (TPK) sesuai pedoman Buku TPK di Indonesia. 

Hasil penelitian pendahuluan yang sudah dilakukan menemukan bahwa pemberian plasma konvalesen dapat meningkatkan kadar antibodi, menurunkan Interleukin-6 dan CRP secara nyata, sebagai parameter inflamasi yang meningkat bila terjadi badai sitokin. 

Penelitian ini dilakukan pada sejumlah pasien Covid-19 dengan kriteria menderita gejala berat, yang memiliki minimal satu komorbid atau penyakit penyerta (diabetes tipe 1 dan tipe 2), hipertensi, kanker, kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung, ginjal, paru kronis termasuk asma, hati seperti hepatitis atau kanker hati, demensia, gangguan kekebalan tubuh karena malnutrisi atau HIV, serta penyakit autoimun seperti lupus atau rheumatoid arthritis. 

Hingga kini penelitian ini masih berlanjut sesuai perkembangan  meningkatnya kasus Covid-19 saat ini. ''Sebaiknya lebih terbuka dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan, karena di sejumlah pusat penelitian plasma di AS, pemberian terapi plasma konvalesen sudah mulai berlanjut dan ditujukan kepada mereka yang berusia muda sesuai dengan indikasi dari hasil penelitian,'' ujar Monica.

 

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement