REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian omicron telah menyebar begitu cepat sehingga menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di AS. Namun, tidak seperti delta, omicron tampaknya menyebabkan jumlah infeksi terobosan yang jauh lebih tinggi.
Dokter telah mengonfirmasi bahwa baik orang yang tidak divaksinasi maupun yang sudah divaksinasi lengkap dapat tertular varian ini. Meskipun mungkin mereka mengalami gejala yang sangat berbeda. Faktanya, ada gejala Covid-19 yang jauh lebih mungkin dialami pada orang yang sudah divaksinasi daripada pada orang yang tidak divaksinasi, begitu pula sebaliknya.
Varian omicron memiliki kemampuan untuk menyebar ke individu yang sudah divaksinasi dan tidak divaksinasi, cara manifestasinya tampaknya berbeda. Seorang Profesor di New York University Meyers College of Nursing, Maya N Clark-Cutaia, mengatakan, orang yang sudah divaksinasi dan terinfeksi omicron cenderung lebih mengeluhkan sakit kepala, nyeri tubuh, dan demam.
"Seperti pilek yang sangat parah," kata dia dilansir dari Best Life Online, Sabtu (29/1/2022).
Di sisi lain, sesak napas, batuk, dan gejala mirip flu lainnya, hanya benar-benar menyerang orang yang tidak divaksinasi dan terinfeksi varian ini. Direktur Kesehatan Global dalam Pengobatan Darurat di New York-Presbyterian dan Columbia University Medical Center, Craig Spencer, mengatakan, orang yang telah melakukan vaksinasi booster juga mungkin mengalami sakit tenggorokan, sementara mereka yang diberi dua dosis mungkin mengalami kelelahan dan batuk.
"Tapi, tidak ada yang sesak napas," tulis dia pada 26 Desember 2021 lalu.
Hilangnya indra penciuman dan perasa adalah gejala yang kurang umum pada omicron. Mereka juga melemah karena gejalanya kian berkurang, misalnya, sudah jarang yang mengeluhkan demam.
"Saya pikir apa yang kami alami adalah sama seperti orang-orang yang sudah divaksinasi atau sudah di-booster. Kami tidak melihat banyak yang alami demam, jika ada, itu adalah orang yang belum divaksinasi," kata Kepala Penyakit Menular di Penn Presbyterian Medical Center, Judith O’Donnell.
Ia juga menegaskan bahwa infeksi terobosan ini lebih mungkin menimbulkan gejala seperti pilek. "Orang yang divaksinasi yang memiliki gejala pilek, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, tetapi tidak mengalami demam (jika sudah divaksinasi dan dibooster dan mengalami gejala itu) mungkin orang itu terkena Covid-19," kata O’Donnell.
Namun, banyak dokter mengatakan bahwa perbedaan terbesar yang dialami orang terinfeksi omicron yang sudah divaksinasi dan tidak divaksinasi bukanlah jenis gejalanya, tetapi tingkat keparahan gejalanya. Orang yang tidak divaksinasi kemungkinan akan mengalami gejala selama lima hari atau lebih, sementara mereka yang sudah divaksinasi lengkap mungkin hanya memiliki gejala selama satu atau dua hari.
Bukti awal dari para ilmuwan di Case Western Reserve University telah menemukan bahwa risiko dirawat di rumah sakit selama gelombang Omicron AS adalah sekitar setengah dari risiko selama ketinggian delta. Namun, itu masih mungkin terjadi, pada orang yang tidak divaksinasi.
"Pada orang yang tidak divaksinasi, omicron menyebabkan pneumonia. Mereka datang di unit gawat darurat dengan sesak napas karena pneumonia, seperti yang terjadi pada gelombang sebelumnya dan varian sebelumnya," kata O’Donnell.