REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, banyak negara ramai-ramai melakukan booster bagi warganya. Booster dianggap menjadi solusi di tengah ancaman Omicron. Namun, benarkah langkah ini dinilai yang paling tepat?
Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa mengulangi dosis booster dari vaksin covid asli bukanlah strategi yang layak untuk melawan varian yang muncul. "Strategi vaksinasi berulang dari komposisi vaksin dari virus asli tidak tepat," kata Kelompok Penasihat Teknis WHO untuk Komposisi Vaksin Covid-19 (TAG-Co-VAC) dalam sebuah pernyataan dilansir The Guardian, Selasa (18/1/2022).
Kelompok ahli yang bekerja untuk menilai kinerja vaksin Covid-19 tersebut lebih menyerukan pengembangan vaksin baru yang tidak hanya melindungi orang yang tertular covid agar tidak jatuh sakit parah, tetapi juga lebih baik mencegah orang tertular virus sejak awal. Hal itu bertujuan menghadapi varian covid yang sedang berkembang seperti omicron.
“Vaksin Covid-19 yang berdampak pada pencegahan infeksi dan penularan, selain pencegahan penyakit parah dan kematian juga diperlukan dan harus dikembangkan,” ujar kelompok penasihat itu.
Mereka beranggapan terobosan ini akan membantu menurunkan angka penularan masyarakat. Mereka juga mengusulkan pengembang vaksin harus berusaha untuk menciptakan suntikan yang mendapatkan respons imun luas, kuat, dan tahan lama untuk mengurangi kebutuhan dosis booster.
Menurut WHO, ada 331 kandidat vaksin sedang dikerjakan di seluruh dunia. Badan kesehatan PBB sejauh ini telah memberikan persetujuan untuk versi delapan vaksin yang berbeda. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa varian omicron tidak hanya jauh lebih menular daripada varian sebelumnya, tetapi juga lebih baik dalam menghindari beberapa antibodi dari vaksin.
Pada awal pekan ini, kepala eksekutif Pfizer Inc, Albert Bourla, mengatakan, vaksin Covid-19 yang dirancang ulang yang secara khusus menargetkan varian omicron kemungkinan akan dibutuhkan dan perusahaannya dapat menyiapkannya untuk diluncurkan pada Maret. Bourla mengatakan Pfizer dan mitranya BioNTech SE sedang mengerjakan versi vaksin bertarget omicron, serta suntikan yang akan mencakup vaksin sebelumnya, dan yang ditargetkan pada varian yang menyebar cepat.
“Kami sedang mengerjakan dosis yang lebih tinggi. Kami mengerjakan jadwal yang berbeda. Kami sedang melakukan banyak hal sekarang, saat kami berbicara,” kata Bourla.
Bourla mengatakan, vaksin dapat siap didistribusikan pada Juni. Sementara itu, direktur WHO Eropa, Hans Kluge memperingatkan bahwa gelombang infeksi omicron berisiko menginfeksi lebih dari setengah populasi Eropa dalam dua bulan mendatang dan menenggelamkan sistem kesehatan di seluruh kawasan. Kluge mengatakan, wilayah itu telah mencatat lebih dari tujuh juta kasus baru pada minggu pertama 2022, atau dua kali lipat dari tingkat dua minggu sebelumnya, dengan lebih dari 1 persen populasi tertular Covid-19 setiap minggu di 26 negara.
“Pada tingkat ini, lebih dari 50 persen populasi di wilayah tersebut akan terinfeksi Omicron dalam enam hingga delapan minggu ke depan,” ujar Kluge.
Dia menyebut skala penularan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Epidemiologi penyakit menular dan pimpinan teknis Covid-19 WHO, Maria Van Kerkhove memberikan pembaruan selama sesi tanya jawab langsung.
“Lebih dari 15 juta kasus dilaporkan dalam tujuh hari terakhir. Itu rekor tertinggi dalam pandemi ini. Kami sebenarnya harus menyesuaikan kembali skala dalam angka-angka di kurva epi (kurva epidemi),” kata Van Kerkhove.
Dia menambahkan bahwa lebih dari 43 ribu kematian juga dilaporkan dan angka-angka itu kemungkinan terlalu rendah. Ini naik dari 9,5 juta yang dilaporkan minggu lalu, di mana WHO melihat peningkatan tajam dalam kasus yang dilaporkan di seluruh dunia. Sekitar setengah dari mereka telah dilaporkan dari Eropa, sekitar 40 persen dari semua kasus dilaporkan dari Amerika dengan beban kasus yang tinggi dari AS.
WHO menolak untuk meluncurkan program boosterdalam pertempuran melawan varian baru seperti omicron, dengan mengatakan itu tidak masuk akal. Sebab, banyak orang di negara-negara miskin masih menunggu suntikan pertama. Sejauh ini, lebih dari delapan miliar dosis vaksin Covid-19 telah diberikan di setidaknya 219 wilayah, menurut hitungan oleh Agence France-Presse.
Sementara lebih dari 67 persen orang di negara berpenghasilan tinggi telah menerima setidaknya satu dosis, kurang dari 11 persen di negara berpenghasilan rendah menurut angka PBB.