Prof Viner mengingatkan, anak-anak sedang berada pada periode perkembangan otak dan kognitif. Kehilangan pembelajaran selama pandemi tidak dapat dikompensasikan begitu saja dengan mengejar ketertinggalan di lain waktu.
"Kelak, itu akan berkontribusi pada tingkat kesehatan dan harapan hidup yang lebih rendah dalam jangka panjang," ucap Prof Viner.
Menurut Prof Viner dan rekan, bukti yang menguatkan argumentasi penutupan sekolah dapat mengurangi transmisi Covid-19 termasuk "lemah". Mereka menyebut, infeksi di institusi pendidikan menengah lebih rendah daripada di lingkungan rumah tangga.
Laporan tersebut juga mendukung keputusan pemerintah untuk membuat sekolah menengah tetap buka. Mereka sepakat bahwa para pelajar harus menggunakan masker di kelas.
Sebagian pelajar menolak memakai masker dan tak mau menjalani tes Covid-19 ketika kembali ke sekolah pada pekan ini. Pemerintah pun menyerahkan kepada pihak sekolah cara untuk menyemangati siswanya untuk menuruti peraturan tersebut.
Selain memakai masker dan tes Covid-19 sebelum kembali ke kelas, anak-anak usia lima hingga 11 tahun juga perlu mendapatkan vaksin agar sekolahnya tak kembali ke pembelajaran jarak jauh. Prof Viner menyebut, kasus Covid-19 yang merebak di sekolah kemungkinan terjadi karena pelonggaran langkah pencegahan penularan serta rendahnya tingkat vaksinasi anak dan remaja dibandingkan populasi dewasa.
"Dua faktor tersebut harus menjadi perhatian," ujarnya.
Menurut Prof Viner, pemerintah harus mendukung sekolah agar menjadi yang terakhir tutup saat lockdown dan pertama buka setelah pelonggaran. Ketersediaan tenaga pengajar dan mitigasi yang diperlukan untuk menunjangnya perlu didukung.
"Tanpa itu, kebijakan bisa gagal dan membahayakan generasi muda dan anak-anak," tutur Prof Viner.