Ahad 09 Jan 2022 12:02 WIB

Upaya Penanganan Kekerdilan dengan Bubuk Kelor

Pemanfaatan bubuk kelor sudah terbukti di sejumlah negara mampu mengatasi malnutrisi.

Petugas kesehatan mengukur panjang bayi saat pelaksanaan imunisasi di salah satu Posyandu di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/1/2022). Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan angka stunting secara nasional menunjukkan perbaikan dengan turunnya tren sebesar 3,3 persen dari 27,7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021 dan pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Foto:

Partai Politik

Kesadaran terhadap persoalan kekerdilan mulai terasa saat sejumlah tokoh politik memiliki fokus yang tinggi terhadap persoalan ibu dan anak. Ada sejumlah gerakan melawan kekerdilan yang kemudian dicetuskan oleh tokoh-tokoh politik di antaranya politisi PDI Perjuangan Puan Maharani melalui lembaga sosial "HaloPuan".

 

photo
Umi Sriwahyuni mengambil daun kelor untuk selanjutnya dikeringkan di Lingkungan Balongkrai, Kelurahan Pulorejo, Kota Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (17/12/2020). Produk olahan daun kelor yang dipercaya meningkatkan daya tahan tubuh untuk mencegah penyebaran COVID-19 tersebut dijual mulai Rp125 ribu per kg untuk bubuk kelor, daun kelor kering Rp10 ribu per 100 kg serta teh daun kelor Rp13 ribu. - (ANTARA/Syaiful Arif)

 

Koordinator HaloPuan, Poppy Astari, mengatakan, Gerakan Melawan Stunting yang dilakukan pihaknya mencakup banyak langkah. Di antaranya dengan memanfaatkan dan membagikan bubuk daun kelor sebagai asupan tambahan super kepada masyarakat di kantong-kantong rawan kekerdilan salah satunya di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Gerakan ini, kata dia, dilakukan bekerja sama dengan kepanjangan tangan partai di level yang lebih menyentuh masyarakat mencakup cabang dan ranting. Kesadaran tersebut meningkat manakala dirasakan pentingnya untuk menekan angka kekerdilan dari 27 persen menjadi 14 persen pada 2024 yang benar-benar tak bisa dilakukan pemerintah sendirian. Lembaga sosial tersebut pun mendatangi 13 wilayah di 9 kabupaten/kota di Jawa Barat, termasuk di Desa Sukadana, Kabupaten Cirebon, Jabar.

"Kegiatan Gerakan Melawan Stunting di wilayah itu belum lama ini mendapatkan antusiasme warga peserta hingga mencapai 200 orang hadir yang terdiri dari calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, dan kader-kader posyandu," ujarnya.

Dalam kegiatan ini juga diserahkan 15 bibit kelor kepada Desa Sukadana sebagai upaya membuat kawasan pangan lestari untuk ditanami kelor. Solusi kekerdilan dengan pemanfaatan bubuk daun kelor sebagai asupan makanan tambahan mulai jamak dilakukan. 

Selain banyak tumbuh di berbagai pelosok nusantara, kelor juga sudah diteliti memiliki banyak kandungan mikronutrisi dan zat-zat antioksidan. Pemanfaatan bubuk kelor juga sudah terbukti di sejumlah negara mampu mengatasi malnutrisi. 

Di Flores Timur, penggunaan bubuk kelor sebagai makanan tambahan di posyandu-posyandu terbukti berhasil menurunkan angka kekerdilan dari 31 persen menjadi 20 persen. Penyuluhan Gizi

Faktanya, sosialisasi kekerdilan bukan untuk maksud menungganginya bagi kepentingan politik yang terselubung namun lebih jauh dari itu untuk mewujudkan SDM bangsa ini yang lebih berkualitas.

Oleh karena itu, penting kiranya melibatkan lebih banyak pihak untuk memberikan penyuluhan tentang gizi seimbang, salah satunya juga mengenai manfaat daun kelor sebagai asupan tambahan super. Dan bagi masyarakat di kantong rawan kasus tersebut juga perlu diberikan paket makanan tambahan, termasuk bubuk kelor.

Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui, angka kekerdilan di wilayahnya masih cukup tinggi, sehingga perlu terus upaya penyuluhan dan sosialisasi. Ia menyadari, bahwa pengetahuan kaum ibu tentang kekerdilan amat penting karena kaum ibu adalah ujung tombak dalam melawan kekerdilan.

Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono, mengatakan, gerakan melawan stunting tidak ubahnya sebagai upaya membangun jiwa dan badan, juga generasi muda bangsa ini harus dimerdekakan dari ancaman kekerdilan. Gerakan melawan stunting, menurutnya, juga tak bisa dilepaskan dari peran serta warga dan harus melibatkan posyandu-posyandu dalam melawannya, terlebih juga karena posyandu tidak hanya digerakkan oleh pemerintah tapi juga warga.

Pemerintah sendiri sudah bertekad memperluas lokasi fokus intervensi penurunan kekerdilan menjadi 514 kabupaten/kota pada 2022, dari 360 pada 2021. Dibutuhkan kerja sama untuk mencapai penurunan prevalensi kekerdilan dari 27,67 persen menjadi 14 persen pada 2024.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, sebelumnya juga sudah menyatakan, ke depan dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk penurunan lebih dari tiga persen setiap tahunnya untuk mencapai penurunan prevalensi kekerdilan dari 27,67 persen menjadi 14 persen pada 2024. 

Memang hal ini merupakan upaya yang cukup menantang dengan harapan melalui program penurunan kekerdilan maka sekaligus penurunan kematian ibu dan kematian bayi akan terjadi.

Ke depan diharapkan, penurunan prevalensi kekerdilan sekaligus dapat mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 berupa pengurangan rasio angka kematian ibu dari 305 menjadi 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Termasuk menurunkan angka kematian bayi setidaknya 12 per 1.000 kelahiran hidup dan penurunan angka kematian balita menjadi 25 per seribu. 

 

Jika hal itu dapat diwujudkan, maka Indonesia akan menikmati bonus demografi dengan limpahan SDM yang berkualitas mengantarkan pada strata bangsa yang lebih maju dan sejahtera.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement