Sabtu 25 Dec 2021 15:36 WIB

Hanya 3 dari 10 Pasien Covid-19 yang Benar-Benar Pulih Setelah Setahun

Long Covid masih menjadi masalah kesehatan yang menghantui sebagian pasien Covid-19.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Virus Covid-19 (ilustrasi). Long Covid masih menjadi masalah kesehatan yang menghantui sebagian pasien Covid-19.
Foto: www.wikimedia.org
Virus Covid-19 (ilustrasi). Long Covid masih menjadi masalah kesehatan yang menghantui sebagian pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Long Covid masih menjadi masalah kesehatan yang menghantui sebagian pasien Covid-19. Faktanya, hanya kurang dari 30 persen pasien Covid-19 yang merasa benar-benar pulih setelah 12 bulan tanpa masalah long Covid.

Long Covid merupakan kondisi di mana gejala Covid-19 masih berlangsung dalam jangka waktu panjang meski pasine sudah dinyatakan sembuh. Gejala pada kasus long Covid bisa sangat beragam, mulai dari kelelahan, sesak napas, insomia, hingga palpitasi atau jantung berdebar.

Baca Juga

Studi terbaru dalam kelompok Post-Hospitalization COVID-19 (PHOSP-COVID) menemukan bahwa hanya 25 persen pasien Covid-19 yang merasa benar-benar pulih setelah lima bulan keluar dari rumah sakit, dan kurang dari 29 persen yang merasa pulih dalam kurun waktu 12 bulan setelah pulang dari rumah sakit.

Peneliti juga menemukana danya perbaikan yang terbatas pada kesehatan kognitif dan fisik pasien dalam kurun waktu 5-12 bulan tersebut. Gejala long Covid yang paling umum ditemukan dalam kurun waktu 12 bulan setelah pasien pulang dari perawatan di rumah sakit adalah kelelahan, kesulitan bernapas, nyeri otot, dan masalah tidur.

Peneliti pun menemukan beberapa faktor yang tampak mempersulit pasien untuk pulih dari long Covid dalam kurun waktu 12 bulan. Faktor-faktor tersebut  adalah jenis kelamin perempuan, obesitas, dan penggunaan ventilator saat sakit Covid-19.

"Temuan bahwa banyak pasien yang tidak benar-benar pulih satu tahun setelah pulang dari rumah sakit mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan profesional perlu terus mengawasi pasien secara proaktif untuk jangka waktu tertentu," jelas salah satu peneliti Dr Rachael Evans dari University of Leicester, seperti dilansir Medical News Today.

Studi juga menemukan bahwa inflamasi berat yang terjadi ketika fase akut atau saat sakit Covid-19 dapat mengacaukan regulasi sistem imun. Kondisi ini memicu terjadinya inflamasi kronis. Inflamasi kronis inilah yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya gejala presisten dalam kasus long Covid.

Di samping itu, peneliti juga menemukan bahwa individu dengan gejala long Covid lebih berat yang berlangsung sampai lima bulan setelah pulang dair rumah saki juga memiliki kadar plasma yang lebih tinggi. Kadar plasma yang dimaksud adalah protein proinflamasi.

Dr Ziyad Al Aly yang tak terlibat dalam studi menilai salah satu temuan mengejutkan dalam studi ini adalah sebagian besar orang tidak benar-benar pulih dari Covid-19. Kurang dari tiga di antara 10 pasien saja yang merasa benar-benar pulih.

"Temuan ini sejalan dengan pemahaman kita yang terus berkembang mengenai sifat long Covid," ungkap Dr Al Aly.

Menurut Dr Al Aly, saat ini beragam perhatian lebih tertuju pada masalah varian Omicron. Hal ini membuat masalah long Covid tak mendapatkan banyak perhatian meski cukup umum terjadi.

"Long Covid akan menciptakan tsunami masalah kesehatan yang tak siap dihadapi oleh sistem kesehatan kita. Orang-orang perlu memperhatikan dan mengatasi masalah ini sekarang sebelum terlambat," ujar Dr Al Aly. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement