REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 telah memunculkan berbagai varian sejak menjadi pandemi. Ada sejumlah varian yang menjadi kekhawatiran di seluruh dunia karena tingkat penularan tinggi.
Di antara varian terbaru yang dikategorikan sebagai varian yang menjadi perhatian oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah omicron. Varian baru itu pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan.
Menurut penelitian, omicron mengandung mutasi yang mungkin menghindari sejumlah respons imun dari vaksin Covid-19 saat ini. Karena itu, pemberian dosis penguat vaksin (booster) menjadi salah satu program yang diperluas oleh banyak negara di dunia.
Secara khusus, pemberian dosis penguat ditujukan bagi orang-orang yang berusia 18 tahun ke atas. Data yang tersedia saat ini belum menunjukkan tentang seberapa manjur vaksin Covid-19 terhadap omicron.
Menurut Wei Shen Lim, Ketua Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi di Inggris (JCVI), vaksin yang digunakan di negara itu dan secara global telah dirancang untuk melawan jenis liar virus corona dan tidak direkayasa untuk varian baru. Lim mengatakan bahwa semakin besar ketidakcocokan antara vaksin dan varian baru akan meningkatkan kemungkinan lolosnya kekebalan.
Pemberian booster diyakini meningkatkan respons kekebalan tubuh, sehingga dapat menawarkan ‘senjata’ terbaik dalam melawan varian baru. Lebih lanjut, Lim mengatakan bahwa ada tiga vaksin utama yang digunakan di Inggris untuk meningkatkan respons kekebalan, guna menghindari penularan omicron.