Senin 22 Nov 2021 22:16 WIB

Awal 2022 Masa Rawan Covid-19 Bagi Indonesia

Dampak lonjakan Covid-19 Eropa akan terasa di Indonesia di awal 2022.

Dampak lonjakan Covid-19 Eropa akan terasa di Indonesia di awal 2022.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Dampak lonjakan Covid-19 Eropa akan terasa di Indonesia di awal 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan semua pihak agar mewaspadai situasi dan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia pada kuartal pertama Tahun 2022 karena akan menjadi masa yang rawan. Dicky dalam diskusi daring bertajuk "Menangkal Gelombang Ketiga COVID-19 di Indonesia" yang diselenggarakan Media Indonesia dan dipantau di Jakarta, Senin (22/11), memprediksi dampak ledakan kasus COVID-19 yang terjadi di Eropa saat ini baru akan terasa di Indonesia pada Januari atau Februari 2022.

"Asia sendiri sebetulnya masih belum memasuki masa seperti Eropa. Eropa lebih dulu, Asia dan Amerika belakangan. Mungkin Indonesia bisa Februari akhir baru terasa dampaknya apa yang terjadi di Eropa. Kuartal pertama tahun depan jadi masa yang rawan bagi Indonesia," katanya.

Baca Juga

Dicky menerangkan, ledakan kasus COVID-19 yang terjadi di Eropa secara serentak hampir di seluruh negara dikarenakan wilayah Benua Biru yang merupakan daratan luas. Sementara beberapa negara di Asia merupakan negara kepulauan.Dia mengatakan bahwa ledakan kasus di Eropa harus menjadi pelajaran bagi Indonesia agar tidak terlalu percaya diri dengan landainya kasus COVID-19. 

Dicky menerangkan bahwa negara-negara di Eropa yang memiliki sistem kesehatan yang sangat baik dan cakupan vaksinasi yang tinggi, seperti Denmark dan Norwegia, masih tetap mengalami ledakan kasus. Beberapa negara di Eropa juga sangat percaya diri dengan landainya kasus COVID-19 dan mencabut kebijakan penggunaan masker di tempat publik dan pelonggaran kebijakan menjaga jarak fisik. 

Namun justru yang terjadi di Eropa saat ini adalah ledakan kasus COVID-19. Dicky menjelaskan saat ini ledakan kasus COVID-19 di Eropa disebabkan oleh virus varian Delta, namun peneliti belum mengetahui turunan varian virus Delta seperti apa yang menyebabkan lonjakan kasus tersebut.

Sejumlah peneliti mengira lonjakan kasus tersebut disebabkan oleh varian virus baru yang lebih cepat menyebar dan bahkan bisa menurunkan efikasi dari vaksin yang sudah banyak mencakup masyarakat Eropa. Oleh karena itu Dicky mengingatkan agar semua pihak tetap menjaga kedisiplinan dalam penanganan COVID-19, baik dari penerapan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak, peningkatan vaksinasi, dan juga peningkatan pelacakan kontak erat dan tes guna menghentikan penyebaran semakin meluas.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement