Kamis 14 Oct 2021 22:03 WIB

BPOM Disarankan Uji Senyawa Kimia Makanan Kemasan Kaleng

Makanan dalam kemasan kaleng bisa berdampak terhadap kesehatan

Rep: Novita Intan / Red: Nashih Nashrullah
Makanan dalam kemasan kaleng bisa berdampak terhadap kesehatan. Makanan kalengan.
Foto: EPA
Makanan dalam kemasan kaleng bisa berdampak terhadap kesehatan. Makanan kalengan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) disarankan perlu melakukan uji laboratorium terhadap paparan Bisfenol A (BPA) yang ada dalam makanan kemasan kaleng seperti yang dilakukan terhadap kemasan plastik Policarbonat (PC).  

Hal itu, menurut pakar kimia dari Departemen Kimia Universitas Indonesia, Agustino Zulys, karena penelitian yang dipublikasikan Environmental Research menunjukkan mengonsumsi makanan kaleng berhubungan dengan tingginya konsentrasi BPA dalam urin. 

Baca Juga

“BPOM perlu meneliti sejauh mana migrasi dari pelapis kaleng anti karat atau BPA yang terdapat dalam kemasan kaleng itu terjadi ke makanannya. Hal ini, BPOM bisa melakukan kerja sama juga dengan perguruan tinggi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (14/10). 

Dia menuturkan bahan makanan kemasan kaleng yang bersifat asam bisa memungkinkan BPA yang ada dalam lapisan kaleng terlarut. “Makanya, makanan kaleng tidak boleh untuk makanan-makanan yang sifatnya asam,” ucapnya. 

Selain itu, proses pengemasan makanan kaleng itu juga harus dilakukan dengan baik agar tidak merusak produk makanan di dalamnya. Menurutnya, kemasan kaleng yang rusak bisa menyebabkan masuknya bakteri yang bisa menyebabkan terjadinya fermentasi  terhadap produk makanan di dalamnya.  

Karenanya, kata Agustino, proses sterilisasi perlu dilakukan terhadap  kemasan kaleng ini dengan menggunakan pemanasan atau penyinaran UV.  “Proses ini dilakukan untuk mematikan bakteri  yang  bisa menyebabkan rusaknya makanan,” ucapnya. 

Sementara itu,  pakar teknologi pangan dari IPB, Aziz Boing Sitanggang, mengatakan BPA dalam kemasan kaleng dibutuhkan khususnya uresin epoksi untuk melaminasi kaleng guna menghindari korosi.  

Menurutnya, kecenderungan BPA bermigrasi  dari kalengnya ke bahan makanannya bisa berpotensi lebih besar dan bisa lebih kecil.  

"Tapi, seberapa besar pelepasan BPA-nya kita tidak tahu. Karena di Indonesia belum ada studi untuk meng-compare langsung dan itu perlu dikaji lagi lebih jauh,” tuturnya.  

Dia juga mengutarakan makanan kaleng itu disterilisasi komersil dengan suhu di atas 100 derajat Celcius dan dalam waktu lama atau bisa sampai satu jam.   

Disebutkan, proses migrasi BPA dari kemasan kaleng itu bisa disebabkan beberapa faktor di antaranya proses laminasi BPA-nya, PH atau tingkat keasaman produk dalam kemasan kaleng itu,  dan pindah  panas dari produk pangannya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement