REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehilangan kemampuan mengenali aroma dan rasa adalah salah satu gejala yang paling umum dari Covid-19. Kemampuan indra perasa dan penciuman biasanya kembali normal dalam beberapa pekan.
Akan tetapi, ketika infeksi virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) berlanjut menjadi long Covid, dokter khawatir sejumlah besar pasien akan menghadapi masalah jangka panjang atau bahkan permanen. Kehilangan indra penciuman dapat memiliki dampak praktis dan psikologis yang lebih besar daripada yang disadari orang.
Kondisi itu memengaruhi segala hal, mulai dari selera hingga cara seseorang terhubung dengan dunia. Seorang peneliti di Smell and Taste Center di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, Tennessee di Amerika Serikat, Rakesh Chandra, memperkirakan seluruh generasi orang akan terpengaruh kondisi itu.
Ketika Chandra dan rekan-rekannya mensurvei lebih dari 1.000 pasien dewasa Covid-19, hampir 11 persen melaporkan kehilangan sebagian atau seluruh penciumannya selama lebih dari enam pekan. Studi lain, bahkan lebih mengkhawatirkan dari survei yang dilakukan peneliti di Fakultas Kedokteran Virginia Commonwealth University di Richmond.
"Persentase itu banyak, mengingat jutaan orang telah menderita Covid-19," ujar direktur medis Smell and Taste Disorders Center di VCU Health, dan rekan penyelidik penelitian itu, dr. Evan Reiter.
Ada lebih dari 237 juta kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia pada Oktober. Jika salah satu survei mencerminkan apa yang terjadi di seluruh dunia, maka puluhan juta orang di seluruh dunia hidup dengan indra penciuman yang terganggu selama beberapa bulan setelah terinfeksi.
Chandra menduga semakin banyak orang yang menderita kondisi itu dalam jangka panjang, maka jumlah pasien Covid-19 yang kehilangan indra penciumannya secara permanen akan berkisar di 5 persen hingga 6 persen atau lebih. Kebanyakan orang tidak akan berpikir itu masalah besar, tetapi dampaknya bisa sangat merugikan.