Senin 04 Oct 2021 01:59 WIB

Waspada Computer Vision Syndrome Selama Belajar Online

Computer vision syndrome muncul akibat screen time berlebihan pada anak

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Siswa mengikuti pelajaran secara daring dari rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Dokter spesialis mata anak dari RS Santo Borromeus Bandung Feti Karfiati Memed mengingatkan, terlalu lama memandangi gawai (scree, time), termsuk saat PJJ bisa mengakibatkan terjadinya computer vision syndrome.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Siswa mengikuti pelajaran secara daring dari rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Dokter spesialis mata anak dari RS Santo Borromeus Bandung Feti Karfiati Memed mengingatkan, terlalu lama memandangi gawai (scree, time), termsuk saat PJJ bisa mengakibatkan terjadinya computer vision syndrome.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 membuat anak-anak sebagai pelajar melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah dengan lama menatap gawai. Dokter spesialis mata anak dari RS Santo Borromeus Bandung Feti Karfiati Memed mengingatkan, terlalu lama memandangi gawai (scree, time), termsuk saat PJJ bisa mengakibatkan terjadinya computer vision syndrome.

"Kemudian, anak harus ada di depan gawai dalam waktu tertentu. Banyak anak melihat gawai di ruang gelap, jarak dekat yang kurang baik, ini umum dan seringkali dilihat di rumah atau lingkungan sendiri," katanya saat mengisi konferensi virtual Farid Nila Moeloek (FNM) Society berteka Waspada Gangguan Mata di Era Digital, Ahad (3/10).

Karena sekarang anak-anak banyak belajar dengan gawai, dia melanjutkan, muncul satu istilah yaitu screen time. Ia menjelaskan, screen time adalah waktu seorang anak ada di depan layar gawai, bukan berarti hanya sekolah saat PJJ melainkan sepanjang hari.

Ia mengutip hasil beberapa penelitian tentang gawai dan anak yaitu 36 persen sampai 92 persen usia 1 tahun sudah terpapar perangkat seluler. Kemudian penelitian di Inggris menyebutkan bahwa 51 persen bayi usia 6 hingga 11 bulan bahkan rutin menggunakan layar sentuh. 

"Jadi memang teknologi membuat anak terpapar," ujarnya. Bahkan, ia mengutip penelitian anak dan remaja 95 persen remaja memiliki akses telepon pintar dimana 24 sampai 45 persen selalu online. Kemudian 50 persen remaja sangat tergantung pada handphone

Tak hanya itu, sebagian besar remaja memiliki telepon pintar, 76 persen menggunakan minimal satu media sosial. Intensnya menatap gawai membuat munculnya suatu computer vision syndrome.

"Yaitu efek screen time berlebihan terhadap mata," ujarnya. 

Baca juga : IDAI Minta PTM Terbatas Berjalan Sesuai Rekomendasi

Artinya, dia melanjutkan, apabila mata berlebihan stand by terhadap gawai bisa terjadi sindroma mata kering, mata buram, mata merah, pandangan silau, mata terasa tidak nyaman seperti ada pasir atau benda asing, kemudian anak sering mengucek mata, dan juga sangat sering berkedip, sering disertai dengan nyeri kepala dan leher karena posisi yang kurang baik.

Kalau terus-terusan hingga tahunan terpapar layar gawai dalam jangka panjang, ia menyebutkan akibatnya muncul mata minus dan anak jadi harus berkacamata, dan juga menambah minus yang cepat bagi yang sudah berkacamata minus, lebih jeleknya lagi degenerasi di macula yaitu area yang paling sensitif di retina sebagai pusat penglihatan di mata yang paling peka terhadap cahaya tetapi mudah rusak karena paparan cahaya biru berlebih. 

Padahal, ia menegaskan mata anak penting karena  terus tumbuh sampai usia 18 tahun, setelah itu stabil ukurannya. Sehingga, dia melanjutkan, ketika mata anak tumbuh maka kesehatannya perlu dijaga karena kelainan perkembangan mata pada anak akan berpengaruh seumur hidup. Jadi, ia meminta orang tua jika menemui gangguan pada mata anak segera kelola dan obati.

"Karena jika terlambat maka matanya jadi malas, matanya tidak pernah berkomunikasi dengan otak. Sehingga apabila ditemukan saat dewasa sudah tak bisa apa-apa," katanya.

Tak hanya itu, ia meminta penggunaan gawai diatur, mulai dari usia berapa yang tepat menggunakannya, kemudian waktu menggunakan gawai dan posisinya seperti apa. Ia mengutip literatur dari Institut di India yang kolaborasi dengan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) yang merekomendasikan anak berumur kurang dari 3 tahun jangan dikenalkan pada gawai. 

Kemudian usia 4 sampai 6 tahun kurang dari 90 menit dengan diselingi dengan satu kali istirahat. Kemudian, dia melanjutkan, umur 7 sampai 12 tahun bisa menggunakan gawai selama 120 sampai 180 menit dengan diselingi dua hingga tiga kali istirahat.

"Kemudian lebih dari 12 tahun disarankan tidak lebih dari 8 jam dan diselingi istirahat setiap 20 menit," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement