Jumat 17 Sep 2021 17:18 WIB

Kopi Liberika, Mutiara Hitam Penyelamat Gambut

Bagi petani di Kalimantan Selatan, Kopi Liberika adalah mutiara hitam.

Kopi liberika (ilustrasi)
Foto:

Sejarah Liberika

Diperkenalkan Belanda, Kopi liberika pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1878, untuk menggantikan kopi Arabika yang saat itu terserang penyakit karat daun. Kala itu, hampir seluruh perkebunan kopi di dataran rendah terkena penyakit tersebut dan rata-rata kopi yang ada pada masa itu adalah arabika.

Belanda kelabakan. Bagaimana tidak, saat itu VOC sudah menguasai tiga perempat perdagangan kopi di dunia, dan dari jumlah itu setengahnya dihasilkan dari perkebunan kopi di Jawa.

Agar penyakit ini tidak menghancurkan bisnis kopi, Belanda mendatangkan jenis kopi liberika yang digadang-gadang lebih tangguh dan tahan terhadap karat daun. Liberika sempat menjadi primadona karena mampu menggantikan arabika. 

Harga kopi ini juga sama bagusnya dengan arabika di pasar Eropa. Hingga Tahun 1888, kopi liberika sudah tersebar di perkebunan kopi di enam keresidenan Pulau Jawa, yakni Pasuruan, Probolinggo, Madiun, Besuki, Priangan, Tegal dan sedikit di perkebunan kopi Lampung, Sumatera.

Diduga karena pengolahan tanah yang tidak tepat dan masih ada sisa-sisa penyakit karat daun di lahan, kopi liberika yang ditanam di lahan yang sama akhirnya juga terkena penyakit yang sama. Hingga pada 1907 Belanda membawa kopi robusta ke Indonesia.

Hingga sekarang, lebih dari 70 persen perkebunan kopi di Indonesia adalah perkebunan kopi varietas robusta. Sementara sisanya sekitar 27 persen adalah kopi arabika dan tidak lebih dari 1 persen adalah perkebunan kopi liberika. Saat ini, kopi liberika masih ditanam warga di lahan gambut sepanjang pantai timur Sumatra di Jambi, Kepulauan Riau, Kepulauan Meranti. Di luar kawasan tersebut juga ditanam di lahan gambut Kalimantan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement