Rabu 14 Jul 2021 03:55 WIB

Mengapa Penyintas Bisa Kena Covid-19 Lagi?

Orang yang sudah sembuh dari Covid-19 masih bisa kena lagi untuk kali kedua.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Orang dengan gejala Covid-19 (ilustrasi). Kasus reinfeksi terjadi ketika penyintas Covid-19 terinfeksi lagi oleh struktur virus corona yang berbeda dengan infeksi sebelumnya.
Foto: www.freepik.com.
Orang dengan gejala Covid-19 (ilustrasi). Kasus reinfeksi terjadi ketika penyintas Covid-19 terinfeksi lagi oleh struktur virus corona yang berbeda dengan infeksi sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyintas Covid 19 akan memiliki daya tahan lebih kuat dalam menghadapi SARS-CoV-2. Hal ini terjadi karena sistem imun seseorang yang pernah positif Covid-19 telah mengenali karakter virus tersebut sehingga lebih siap menghadapinya ketika terpapar kembali.

Akan tetapi, menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Primaya Evasari Hospital, dr. Yoga Fitria Kusuma, Sp.PD, penyintas Covid-19 tetap memiliki kemungkinan untuk mengalami infeksi lagi. Kondisi ini dinamai reinfeksi Covid-19.

Baca Juga

Pasien yang sudah pulih dari Covid-19 memiliki imunitas setidaknya lima hingga enam bulan, menurut studi awal. Akan tetapi, kemunculan beberapa strain (galur) SARS-CoV-2 baru dinilai memicu risiko reinfeksi.

"Reinfeksi Covid 19 terjadi ketika seseorang yang sudah sembuh dari infeksi virus corona terinfeksi lagi oleh struktur virus corona yang berbeda dengan infeksi virus corona sebelumnya," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, dikutip Rabu (14/7).

Menurut dr Yoga, reinfeksi berbeda dengan repositif atau reaktivasi virus, yakni kondisi ketika virus corona yang masih tersisa di tubuh menginfeksi orang itu lagi atau Infeksinya bukan pula disebabkan oleh virus dengan struktur yang sama.

Untuk membedakan antara reinfeksi dan repositif atau reaktivasi, harus ada pengambilan sampel untuk mengurutkan genome (informasi genetik) virus. Sampel berasal dari tes pada kasus positif yang pertama dan kedua.

Peneliti akan mengurutkan kedua sampel itu dan membandingkannya untuk mengetahui apakah ada kesamaan struktur atau varian. Bila berbeda, berarti pasien mengalami reinfeksi Covid 19.

Hanya saja, pengurutan genome virus bukanlah pekerjaan ringan. Harus ada tenaga terlatih serta perlengkapan dan laboratorium dengan standar tertentu untuk melakukannya.

Pengurutan genome juga membutuhkan waktu lama. Di Indonesia, belum ada panduan khusus untuk menangani kasus reinfeksi dan repositif.

"Orang yang positif Covid-19 untuk kedua kalinya ditangani dengan cara sama ketika pertama kali positif," ujarnya.

Dr Yoga menjelaskan, sebuah penelitian di Nuffield Department of Medicine di University of Oxford, Amerika Serikat, menemukan bahwa banyak kasus reinfeksi Covid 19 kemungkinan besar adalah repositif. Sebab, virus corona bisa menyebabkan infeksi dalam waktu lama dan struktur genomenya membuat virus mampu bertahan di dalam tubuh.

Virus ini pun bisa tak terdeteksi dalam tes dan siap untuk menyerang sekali lagi. Namun, pada dasarnya, reinfeksi Covid 19 jarang terjadi.

Menurut penelitian di Public Health England Colindale di Inggris dan Statens Serum Institut di Denmark, penyintas Covid-19 mendapat perlindungan hingga 80 persen dari infeksi kedua. Adapun dari penelitian di Denmark, perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement