Jumat 09 Jul 2021 00:05 WIB

Studi: Obat Ini Halangi Pembentukan Antibodi Pascavaksin

Beberapa jenis obat-obatan bisa menghalangi tubuh membentuk antibodi.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Beberapa jenis obat-obatan bisa menghalangi tubuh membentuk antibodi.
Foto: PxHere
Beberapa jenis obat-obatan bisa menghalangi tubuh membentuk antibodi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukti klinis maupun bukti implementasi nyata menunjukkan bahwa vaksinasi Covid-19 memberikan banyak perlindungan. Pemberian vaksin secara drastis mengurangi infeksi di Amerika Serikat (AS) dan menurunkan jumlah kasus ke level terendah sejak hari-hari awal pandemi.  

Akan tetapi, para pakar mewanti-wanti pasien untuk mewaspadai pemakaian jenis obat tertentu saat menerima vaksin. Studi yang diterbitkan dalam jurnal medis Cancer Cell mengungkap bahwa beberapa jenis obat-obatan bisa menghalangi tubuh membentuk antibodi yang dibutuhkan pascavaksin.

Baca Juga

Secara khusus, penelitian melihat dampak vaksin pada pasien kanker. Periset menggunakan data dari 200 pasien yang memenuhi syarat di Montefiore Health System dan Albert Einstein College of Medicine, New York, AS, lantas menguji tingkat antibodi peserta yang sudah mendapat vaksin penuh.

Sebagian besar tubuh peserta merespons dengan baik. Namun, peneliti menemukan bahwa 30 persen peserta yang mengonsumsi obat imunosupresan tidak menunjukkan tanda-tanda serokonversi (istilah medis untuk produksi antibodi sebagai respons terhadap virus).

Temuan menambah bukti terkait berkurangnya efektivitas vaksin pada orang yang bergantung pada obat-obatan tertentu. Jenis obat yang dimaksud antara lain metotreksat, Rituxan, juga steroid khusus yang menekan sistem kekebalan.

Obat-obatan itu lazimnya digunakan untuk membantu penanganan kanker, radang sendi, psoriasis, juga mencegah adanya penolakan dari tubuh setelah proses transplantasi organ. Penulis utama studi, Balazs Halmos, menyayangkan belum adanya penelitian tentang topik ini sebelumnya.

"Seharusnya sudah ada penelitian nasional yang melihat pasien pascatransplantasi mendapatkan suntikan booster. Seharusnya bukan tim kecil kami di sini di Bronx yang mencoba mencari tahu," ungkap ahli onkologi di Montefiore Medical Center, New York, itu.

Pemberian suntikan vaksin ketiga atau booster sudah dipraktikkan di beberapa negara, termasuk Prancis. Penelitian di Prancis menemukan, semula hanya 40 persen pasien immunocompromised memiliki antibodi setelah dua dosis vaksin, tapi meningkat menjadi 68 persen empat pekan setelah booster.

Sebagai informasi, immunocompromised merupakan istilah untuk orang yang memiliki masalah sistem imun. Sementara itu, Moderna dan Pfizer telah merencanakan studi tentang penggunaan dosis ketiga pada pasien immunocompromised.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa lambatnya aksi lembaga federal AS mempersulit pengumpulan informasi penting. Padahal, riset mengenai pengaruh obat tertentu terhadap efektivitas vaksin termasuk jenis studi yang sangat sederhana. "Tidak ada ilmu roket di sini," kata ahli reumatologi di NYU Langone Health, Jose U Scher, yang memimpin studi tentang efek metotreksat pada vaksin.

Untuk saat ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menegaskan bahwa pengujian antibodi tidak disarankan untuk menilai kekebalan terhadap SARS-CoV-2 setelah vaksinasi Covid-19. Dengan alasan, hasilnya mungkin tidak akurat dan tidak membantu.  

Badan tersebut juga mengatakan bahwa saat ini vaksinasi ulang tidak dianjurkan selama pasien menjalani kemoterapi atau mengonsumsi obat imunosupresif lainnya, sampai pasien mendapatkan kembali kompetensi kekebalannya. CDC menambahkan bahwa rekomendasi tentang suntikan tambahan atau booster dapat berubah ketika lebih banyak informasi tersedia, dikutip dari laman Best Life Online, Kamis (8/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement