REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada cukup banyak kisah di masa lalu yang mengaitkan rambut memutih atau beruban dengan stres. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah mengenai rambut Marie Antionette yang berubah menjadi putih dalam semalam.
Rambut memutih akibat stres tampaknya bukan hanya sekedar lelucon belaka. Studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Columbia University berhasil menemukan bukti ilmiah terkait hubungan rambut memutih dan stres. Studi ini juga menunjukkan bagaimana rambut yang sudah memutih akibat stres bisa kembali ke warna sebelumnya.
Stres psikologis sebenarnya telah lama dilihat sebagai salah satu pendorong terjadinya rambut beruban. Akan tetapi, peneliti masih kesulitan untuk menghubungkan pigmentasi rambut dengan stres individu.
Dalam studi terbaru ini, peneliti menyiasati kesulitan tersebut dengan meminta 14 relawan untuk menulis buku harian stres. Dalam buku harian ini, setiap hari para relawan diminta untuk mengukur tiap pekan berdasarkan tingkat stres yang mereka alami.
Para relawan juga diminta untuk memberikan sampel-sampel rambut mereka. Para peneliti menganalisis sampel ini dengan cara mengirisnya menjadi ukuran yang lebih kecil yaitu dengan lebar sekitar satu per 20 milimeter.
Peneliti mengungkapkan bahwa tiap irisan rambut merepresentasikan pertumbuhan rambut dalam kurun waktu sekitar satu jam. Sampel ini dapat menyediakan informasi berupa skala waktu fisik yang terukur dari proses rambut beruban.
Bila melihat sebuah rambut dengan mata, lanjut peneliti, rambut tersebut akan tampak seperti memiliki warna yang sama dan merata. Akan tetapi, di bawah pemindai beresolusi tinggi, seseorang bisa melihat variasi warna yang kecil dan samar.
"Dan itu yang kami ukur," jelas salah satu peneliti Ayelet Rosenberg, seperti dilansir New Atlas, Ahad (27/6).
Variasi-variasi warna ini kemudian dibandingkan dengan tingkat stres yang terdokumentasikan dalam buku harian stres para relawan. Perbandingan ini berhasil memberikan informasi baru yang menarik.
Peneliti berhasil menemukan adanya hubungan yang menyolok antara stres dan rambut beruban. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa rambut yang memutih ketika seseorang stres bisa kembali ke warna alaminya.
"Ada satu individu yang pergi berlibur, dan lima rambut dari kepala orang tersebut kembali gelap selama liburan, disinkronkan dalam waktu," paparpeneliti lainnya Martin Picard.
Peneliti lalu mengkur kadar dari ribuan protein berbeda pada sampel rambut. Mereka berhasil mengidentifikasi perubahan pada 300 protein ketika rambut memutih. Dengan memanfaatkan model matematika, peneliti mengaitkan perubahan ini dengan perubahan yang dipicu stres pada mitokondria.
Mitokondria seringkali dikenal sebagai "pabrik" energi bagi sel. Akan tetapi, itu bukan satu-satunya peran mitokondria. Peneliti mengatakan mitokondria sebenarnya seperti antena kecil di dalam sel yang merespon beberapa sinyal berbeda, termasuk stres psikologis. Di sinilah mitokondria dinilai berperan dalam menghubungkan stres dengan warna rambut. Temuan ini telah dimuat dalam jurnal //eLife//.
Berdasarkan model matematika, Picard juga mengatakan rambut kemungkinan harus mencapai suatu ambang batas tertentu sebelum berubah menjadi putih. Pada usia paruh baya, rambut biasanya sudah hampir mencapai ambang batas ini karena faktor usia biologis atau faktor lainnya. Kemudian, stres akan mendorong rambut untuk mencapai ambang batas ini sehingga transisi rambut menjadi putih dimulai.
Akan tetapi, Picard menilai upaya menurunkan stres pada individu berusia 70 tahun yang sudah memiliki rambut beruban selama bertahun-tahun cukup untuk mengembalikan warna rambut mereka jadi gelap. Begitu pula meningkatkan stres pada anak 10 tahun, tampak tidak cukup untuk membuat rambut mereka menjadi beruban.
"Itu tidak cukup untuk mendorong rambut (anak) ke ambang batas rambut beruban," tukas Picard.