REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Satu dari 100 kematian di dunia secara langsung dapat dikaitkan dengan bunuh diri. Hal ini berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (17/6), dengan argumen bahwa wabah COVID-19 meningkatkan faktor bunuh diri secara global.
Pada 2019, lebih dari 700.000 orang tewas akibat bunuh diri, satu dari 100 kematian. Angka itu lebih tinggi dari kematian yang disebabkan oleh HIV, malaria, perang atau pembunuhan.
"Pada tahun yang sama, sebelum pandemi global, tingkat bunuh diri di seluruh dunia menurun di semua wilayah, menurut WHO, kecuali untuk kawasan Amerika yang mengalami peningkatan 17 persen. Namun, situasi tersebut sepertinya akan berubah saat penyebaran virus corona menyebabkan gejolak di masyarakat, meningkatkan faktor bunuh diri secara global," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dilansir dari xinhua, Jumat (18/6).
"Perhatian kami pada pencegahan bunuh diri kini bahkan lebih penting, setelah berbulan-bulan hidup dengan pandemi COVID-19, dengan banyak faktor risiko bunuh diri, yakni kehilangan pekerjaan, tekanan finansial, dan isolasi sosial masih begitu banyak," lanjut Tedros.
WHO mengumumkan serangkaian pedoman, bernama LIVE LIFE, untuk meningkatkan pencegahan bunuh diri. Peran media ditekankan oleh WHO yang menyatakan bahwa banyak laporan bunuh diri, terlebih jika mereka menggambarkan cara yang digunakan atau berfokus pada selebritas, dapat meningkatkan risiko yang disebut "bunuh diri jiplakan".
"Kita tidak bisa dan tidak boleh mengabaikan bunuh diri. Setiap bunuh diri merupakan sebuah tragedi," ucap Tedros.