REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karena permintaan vaksin Covid-19 di Amerika Serikat menurun, ratusan ribu dosis vaksin Johnson & Johnson terancam terbuang sia-sia. Penumpukan dosis sebagian besar dipicu oleh kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) yang mulai menghentikan distribusi vaksin J&J sejak awal April karena keamanannya diragukan.
Keadaan ini dirasa mengkhawatirkan oleh direktur medis Asosiasi Kesehatan Negara Bagian dan Teritorial, Marcus Plescia. Karena di sisi lain, saat ini ada banyak negara berkembang yang kekurangan vaksin dan mungkin mengharapkan pasokan vaksin J&J.
"Kami menyadari mungkin banyak orang di negara lain sangat ingin mendapatkan vaksin Johnson & Johnson. Anggota Asosiasi memiliki ketakutan yang sama bahwa vaksin J&J yang didambakan di negara berkembang, bisa berakhir sia-sia jika tidak ada upaya nasional,” kata Plescia seperti dilansir dari laman Today, Rabu (9/6).
Pelacak data vaksin Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan bahwa 21,4 juta dosis vaksin Johnson & Johnson telah didistribusikan dan lebih dari setengahnya telah disuntikkan. Sejauh ini, CDC, Gedung Putih, dan Departemen Luar Negeri AS tengah mengkaji apakah memungkinkan untuk memberikan dosis vaksin ke negara lain di luar AS. Sementara itu, FDA juga sedang mencari cara untuk memperpanjang umur simpan vaksin.
Sebelumnya, Penasihat senior Gedung Putih, Andy Slavitt, menyatakan bahwa sebagian kecil dari dosis yang telah dikirim ke negara bagian berisiko kedaluwarsa. Virginia Barat misalnya, tercatat memiliki 20 ribu hingga 25 ribu dosis mendekati tanggal kedaluwarsa.
“Tidak realistis mengharapkan tidak ada dosis yang terbuang. Kami telah bekerja secara agresif memenuhi orderan vaksin dari negara bagian, kami juga telah melakukan langkah-langkah lain untuk menyuntikkan vaksin,” kata Slavitt.