REPUBLIKA.CO.ID, BIRMINGHAM -- Studi teranyar mengungkap proteksi vaksin Pfizer terhadap Covid-19 menjadi lebih kuat jika jeda antara dosis diperpanjang hingga beberapa bulan. Penelitian dilakukan tim University of Birmingham dan Public Health England.
Dua dosis suntikan vaksin Pfizer lazimnya diberikan dalam waktu tiga sampai empat pekan. Menurut studi, antibodi pasien menjadi tiga setengah kali lebih tinggi bila diberikan setelah 12 pekan. Meski begitu, peneliti butuh lebih banyak bukti untuk mendukung temuan.
"Respons antibodi puncak setelah vaksinasi kedua Pfizer benar-benar meningkat kuat pada orang lanjut usia ketika ditunda 11 hingga 12 pekan. Ada perbedaan mencolok antara kedua jadwal ini dalam hal respons antibodi yang kami lihat," ujar penulis studi senior Helen Parry.
Inggris memiliki kebijakan untuk menunda dosis kedua hingga 12 pekan untuk memungkinkan vaksin tersedia bagi lebih banyak orang. Pada Ahad (16/5), pemerintah mengumumkan lebih dari 20 juta warganya telah rampung menerima dua dosis vaksin.
Konsultan ahli epidemiologi di Public Health England, Gayatri Amirthalingam, berpendapat pendekatan yang diambil di Inggris untuk menunda dosis kedua benar-benar membuahkan hasil. Untuk hasil optimal, pasien perlu memperhatikan kedua jadwal vaksinnya.
"Individu harus benar-benar menyelesaikan dosis kedua ketika ditawarkan kepada mereka, karena itu tidak hanya memberikan perlindungan tambahan tetapi juga perlindungan yang berpotensi lebih tahan lama terhadap Covid-19," ungkapnya.
Jenama Pfizer tidak berafiliasi dengan penelitian tersebut. Juru bicara Pfizer, Jerica Pitts, mengatakan pihaknya hanya dapat mengomentari dosis dan hasil yang diuraikan dalam uji klinis fase ketiga mereka, bahwa dua dosis yang diberikan dengan selang waktu 21 hari menghasilkan kemanjuran vaksin 95 persen.
Meski demikian, jenama tetap mencermati semakin banyaknya bukti dari studi independen dan data dunia nyata yang memperkuat keefektifan vaksin Pfizer/BioNTech. Itu menjadi upaya bersama mengendalikan pandemi dengan pemerintah, badan kesehatan, dan masyarakat.
"Kami mendukung pembagian data berkelanjutan yang memungkinkan para profesional perawatan kesehatan dan organisasi membuat keputusan kesehatan masyarakat yang terinformasi untuk populasi lokal mereka," kata Pitts.
Saat ini, hampir 70 persen orang dewasa Inggris telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Kasus virus baru tercatat meningkat selama sepekan terakhir, meskipun angkanya tetap jauh di bawah puncak pandemi saat musim dingin silam di negara tersebut.
Infeksi baru Covid-19 rata-rata sekitar 2.200 per hari selama tujuh hari terakhir. Cukup jauh jika dibandingkan dengan hampir 70 ribu per hari pada puncaknya Januari silam. Angka kematian baru-baru ini rata-rata lebih dari 10 per hari, turun dari 1.820 pada 20 Januari.
Inggris telah mencatat hampir 128 ribu kematian akibat corona, tertinggi di Eropa. Dengan statistik tersebut, profesor imunologi dan penyakit menular di Universitas Edinburgh, Eleanor Riley, mengapresiasi studi tentang efektivitas vaksin yang digagas rekan ilmuwan.
Menurut Riley, secara keseluruhan data tersebut menambah dukungan yang cukup besar untuk kebijakan penundaan dosis kedua vaksin Covid-19. Terutama, ketika negara mengalami kondisi terbatasnya ketersediaan vaksin dan populasi berisiko besar.
"Tindak lanjut jangka panjang dari kelompok ini akan membantu kami memahami interval vaksin mana yang akan optimal di masa depan, begitu krisis segera berakhir," tutur Riley, dikutip dari laman Fox News, Rabu (19/5).