REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pameran Seni Rupa Wayang Kontemporer yang diselenggarakan di Pendopo eks Asdrafi, Ndalem Pakuningratan, Sompilan Ngasem, Kadipaten Kraton, Kota Yogyakarta memamerkan 50 karya seni. Pameran wayang ini akan digelar hingga 9 April mendatang.
"Karya seluruhnya ada sekitar 50-an karya, berupa karya lukis, batik, tatah sungging, dan seni instalasi. Karya ini karya tunggal," kata perupa seni dan budaya Hangno Hartono dalam konferensi pers pembukaan pameran di Yogyakarta, Senin (5/4).
Menurut dia, pemeran wayang kontemporer bertajuk Pameran Trilogi Mencari Arjuna (TMA) yang dikuratori Timmy Hartadi ini merupakan Pameran Pamit untuk melakukan pameran keliling yang disebut Tirta Yatra. Pameran TMA secara konsep menyoroti arti pentingnya kepemimpinan, maju mundurnya suatu bangsa dan negara tergantung peran pemimpinnya.
"TMA mengedepankan sosok Arjuna yang merepresentasikan sosok kepemimpinan yang disebut Cakravartin atau melingkupi cakrawala," katanya.
Dia melanjutkan, artinya seorang pemimpin yang mempunyai tugas dan fungsi bertanggung jawab seluruh aspek kehidupan yang disebut Bumi Pati atau bersuamikan bumi, dan Praja Pati yang bersuamikan rakyat. Praja Pati secara konsep ideologi modern lebih dekat ke sosialisme, dan Bumi Pati lebih ke konsep ekologi politik.
"Konsep kepemimpinan yang berdasar literatur klasik dan khasanah budaya sendiri penting untuk dimunculkan kembali bahwa kita punya konsep kepemimpinan sendiri. Citra kepemimpinan ideal klasik ini penting sebagai bahan referensi dalam mencari figur seorang pemimpin," katanya.
Dia mengatakan, melihat arti pentingnya konsep kepemimpinan Cakravartin, Pameran TMA dikonsepkan pameran keliling ke kantong-kantong budaya di Jawa. Hal ini menjadikan perbedaan dari konsep pameran lainnya.
"Narasi pameran TMA adalah mengikuti alur pagelaran wayang, satu karya dengan karya lain saling terkait sebagaimana panil-panil relif percandian," katanya.
Selain menampilkan karya, dalam Pameran TMA juga didesain selalu ada dialog budaya, dengan kata lain supaya karya-karya bisa bersuara dengan para audien, dan terjadi komunikasi intelektual dan artistik, sekaligus ini juga kekhasan pameran.
"Selain pameran juga ada agenda deklarasi terbentuknya wadah Komunitas Wayang Kontemporer Indonesia, diskusi, workshop topeng dari limbah kertas," katanya.