REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Regulator Produk Kesehatan dan Obat-obatan Inggris (MHRA) memperbarui panduan terkait pemberian vaksin Covid-19 Pfizer. Panduan tersebut menyatakan bahwa vaksin ini sebaiknya tidak diberikan kepada orang-orang yang memiliki riwayat reaksi alergi terhadap vaksin, obat, atau makanan.
Reaksi alergi yang dimaksud adalah anafilaksis. Anafilaksis merupakan reaksi alergi serius yang muncul dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian.
MHRA tidak menyebut jenis alergi secara spesifik. Mereka hanya menekankan bahwa vaksin Covid-19 Pfizer sebaiknya tidak diberikan kepada orang-orang yang pernah mengalami anafilaksis dalam waktu singkat akibat alergi terhadap vaksin, obat, atau makanan.
"Dosis kedua vaksin Pfizer/BioNTech juga sebaiknya tidak diberikan kepada mereka yang mengalami anafilaksis pada pemberian dosis pertama," ungkap MHRA, seperti dilansir The Sun.
Chief Executive MHRA June Raine mengatakan anafilaksis merupakan efek samping yang sangat jarang dari vaksin mana pun. Raine mencontohkan, ada sekitar 10 persen orang di Inggris yang tercatat memiliki alergi penisilin. Akan tetapi hanya sekitar lima persen dari orang-orang tersebut yang benar-benar terbukti memiliki alergi penisilin, menurut studi dalam British Medical Journal 2018.
Dari sedikit orang yang benar-benar alergi penisilin ini, sebagian besarnya hanya menunjukkan reaksi alergi yang ringan hingga sedang. Reaksi ini meliputi ruam gatal di kulit, batuk, mengi, dan kesulitan bernapas. Reaksi-reaksi alergi ringan dan sedang ini bisa diobati dengan mudah menggunakan antihistamin.
Raine mengatakan, anafilaksis merupakan efek samping dari semua vaksin yang sudah lama diketahui. Akan tetapi, reaksi alergi berat dan berpotensi mengancam jiwa ini sangat langka atau jarang terjadi.
"Sebagian besar orang tidak akan mengalami anafilaksis dan manfaat dalam melindungi orang-orang dari Covid-19 jauh lebih besar dari risikonya," jelas Raine.
Selain itu, vaksin ini juga telah lulus uji klinis tanpa ada kekhawatiran keamanan yang serius. Vaksin ini juga telah sesuai dengan standar keamanan, kualitas, dan efektivitas yang kuat dari MHRA.
"Tak akan ada vaksin yang diberikan izin kecuali vaksin itu telah memenuhi standar-standar yang sangat ketat, Anda bisa mempercayai itu," ujar Raine.
Hal senada juga diungkapkan oleh mantan ketua British Society for Immunology Peter Openshaw. Dia mengatakan, reaksi alergi apa pun merupakan salah satu faktor yang dipantau dalam uji klinis tahap tiga vaksin Pfizer-BioNTech ini.
"Mereka melaporkan angka reaksi alergi yang sangat kecil baik pada kelompok yang mendapatkan vaksin maupun plasebo (0,63 persen dan 0,51 persen)," sambung Openshaw.
Deputy Chief Executive National Institute for Health and Care Excellence (NICE) Prof Gillian Leng mengatakan, banyak orang yang hanya mengira-ngira bahwa mereka alergi penisilin. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah mereka pernah mengalami ruam di masa kecil lalu orang tua mereka memberi tahu bahwa mereka memiliki alergi penisilin dan hal itu diyakini hingga sang anak dewasa.
"Ini sangat berbeda dengan memiliki alergi penisilin yang sebenarnya, yang dapat menyebabkan reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa," papar Prof Leng.
Perubahan panduan ini terjadi setelah dua anggota National Health Service (NHS) Inggris menunjukkan reaksi alergi setelah mendapatkan vaksin pada Selasa lalu. Kedua anggota NHS ini memiliki riwayat reaksi alergi berat.
Selain orang yang memiliki riwayat anafilaksis akibat alergi vaksin, obat, atau makanan, ada empat kelompok lain yang juga disarankan tidak mendapatkan vaksin ini. Empat kelompok itu adalah ibu hamil, perempuan yang sedang merencanakan kehamilan, ibu menyusui, dan anak di bawah usia 16 tahun.
Alasannya, uji klinis terhadap vaksin Pfizer/BioNTech tidak melibatkan partisipan dari keempat kelompok tersebut. Sehingga, tidak ada cukup data yang bisa diolah untuk menilai apakah pemberian vaksin aman untuk keempat kelompok tersebut.