REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berkembangnya industri halal menjadi berkah sekaligus tantangan bagi Indonesia. Generasi milenial dinilai memegang peran strategis sekaligus kunci dalam mengembangkan industri halal dalam negeri, salah satunya dengan turut mensyiarkan gerakan halal ke penjuru nusantara.
Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Abdimas), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Ardy Maulidy Navastara, mengatakan, generasi milenial perlu diajak untuk sadar akan pentingnya halal dan gaya hidup halal. Lebih dari itu, halal merupakan pegangan hidup bagi umat Islam sebagai pondasi dalam membangun peradabannya.
“Apabila yang kita konsumsi dan lakukan berbasis halal, insya Allah diselamatkan Allah. Implikasi dari hidup halal itu sangat besar. Semoga menginspirasi adik milenial, sejak dini perlu kita tanamkan pemahaman tentang halal,” kata Ardy kepada Republika, Selasa (3/11).
Ardy menilai, menyiarkan gaya hidup halal bagi generasi milenial dapat ditinjau dari beragam perspektif. Setidaknya, ada tiga aspek yang menjadi perhatian Tim Abdimas Bangkalan, yakni perspektif agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta socio entrepreneurship.
Menurut dosen Jurusan Planologi ITS ini, mensyiarkan gerakan halal juga dilakukan dengan melakukan pendampingan tentang halal kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tim Abdimas Halal Bangkalan menggelar serial webinar bagi mereka untuk menyosialisasikan gerakan halal di Indonesia.
Adanya UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka diperlukan pemahaman masyarakat dalam implementasi UU tersebut, terutama bagi pelaku UMKM dan generasi milenial. Tim Abdimas mendampingi UMKM untuk mendorong penyiapan UMKM dalam mengurus dokumen sertifikasi Halal. “Sehingga UMKM mempunyai kesempatan untuk mendapatkan sertifikat halal,” kata Ardy.
Pendampingan UMKM dan Syiar Gerakan Halal ini merupakan agenda dari Pusat Kajian Halal ITS yang dilaksanakan dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Auditor halal Pusat Kajian Halal ITS, Nurul Jadid, dalam webinar tersebut mengatakan, UMKM di Indonesia menopang 90 persen roda perekonomian, khususnya di Surabaya. UMKM tak bisa serta merta dilepas tanpa dibekali dengan pengetahuan tentang produk halal.
Di sisi lain, lanjut dia, perlunya ditingkatkannya kesadaran masyarakat terkait pola hidup halal. Sekitar lima tahun terakhir, terjadi pergeseran pola hidup dari masyarakat yang dulunya tidak terlalu mementingkan pola hidup halal, sekarang berubah.
“Masyarakat di Kota Surabaya menjadi masyarakat sadar halal. Itu juga menyentuh kaum milenial,” kata dosen Biologi ITS ini.
Direktur Aswaja Center, Ustadz Ma’ruf Khozin, mengatakan, perintah untuk memakan makanan halalan thoyyiban disebut berkali-kali di Alquran. Artinya, kata dia, jika itu diulang berkali-kali, berarti memiliki tingkat sesuatu yang bernilai penting.
“Sama seperti (perintah) sholat, diulang-ulang di Alquran. Demikian makanan halal dan thoyyib itu diulang-ulang Allah di Alquran,” ujar dia.