Ahad 25 Oct 2020 09:30 WIB

Sebelum Covid-19, Stigma Lebih Dulu Melekat pada Pasien TB

Takut kena stigma, pasien TB kerap tak ingin penyakitnya diketahui tetangga.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi orang sedih. Pasien TB kerap mendapat stigma dari masyarakat.
Foto: Pixabay
Ilustrasi orang sedih. Pasien TB kerap mendapat stigma dari masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum Covid-19, penderita TB, lepra, maupun penyakit menular lainnya sudah lebih dulu mengalami stigma kencang. Dr. Maria P Kartika Somowidjodjo yang juga relawan Yayasan Alam Sehat Lestari (Asri) mengatakan, stigma membuat pasien tidak ingin penyakitnya diketahui oleh tetangga.

"Jadi kami ada program dan petugas pengawas minum obat (PMO) TB, pasien minta ketemunya di jalan dengan PMO, jadi makan obatnya di jalan karena takut ketahuan tetangga," kata dr. Tika dalam webinar Merayakan Hari Dokter Nasional: Bukan Dokter Biasa, "Saving Rainforest with a Stethoscope", Sabtu (24/10).

Baca Juga

Lebih lanjut, dr. Tika mengatakan, pihaknya bisa menangani kurang lebih 200 penyakit tuberkulosis (TB) per tahun. Angka itu di luar penyakit menular lain di satu daerah pedalaman.

Tugas relawan Yayasan Asri di masa pandemi bertambah. Mereka turut mengedukasi masyarakat pedalaman mengenai protokol kesehatan, terlepas minimnya kasus Covid-19 di sana.

"Apalagi, di era pandemi, kami sering briefing agar lebih hati-hati menunaikan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), update panduan TB nasional, serta kerja sama dengan puskesmas, pemerintah dan lainnya," kata dr. Tika.

Di Yayasan ASRI, menurut dr. Tika, tidak hanya nyawa manusia yang terselamatkan, kelestarian hutan juga terjaga melalui pengabdian para dokter. Masyarakat juga bisa berobat dengan memberikan bibit pohon sebagai upaya pelestarian lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement