REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengingatkan masyarakat bahwa alat rapid test (test cepat) dan tes usap Covid-19 yang dijual daring sangat tidak disarankan untuk dibeli. Dia menyebut, alat tersebut besar kemungkinan tidak benar, bahkan sulit diketahui secara pasti hasilnya.
"Tidak kami sarankan," ujar dia kepada Republika.co.id, Sabtu (12/9).
Zubairi menyebut, dalam penggunaan alat tes cepat ataupun tes usap secara mandiri, ada banyak risiko dan kekeliruan yang akan terjadi. Menurutnya, efek dari sensitivitas memang menjadi yang utama, namun selain itu interpretasi pasca penggunaan juga dikhawatirkan salah jika digunakan masyarakat umum.
"Tes mandiri yang keliru juga bahaya. Jadi memang spesifiknya harus paham dan interpretasi (tafsirannya) juga tidak mudah. Apalagi untuk tes usap," katanya.
Zubairi menegaskan, ketika masyarakat tergoda untuk membeli rapid test di marketplace, yang didapat nantinya hanyalah kebingungan dan hasil yang tidak pasti. Terlebih, dalam rapid test, hasil non reaktif belum tentu berarti tidak ada virus yang telah menjangkit tubuh. Begitupun sebaliknya, jika hasil menunjukkan reaktif, belum tentu juga ada infeksi dari virus corona.
"Jadi kalau mau rapid test, tinggal bayar saja ke laboratorium. Nggak usah ribet dan beli alat yang harganya lebih mahal juga," tuturnya.
Dari penelusuran Republika.co.id di berbagai marketplace, alat rapid test dan bahkan swab banyak dijual dengan harga mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Menurut Zubairi, tes tersebut harus dilakukan oleh orang dengan kompetensi yang sesuai. Bukan hanya masyarakat, profesor dan dokter spesialis pun juga tidak bisa asal membeli alat tersebut.
"Rumah sakit yang bisa membeli dan yang menjalankan tesnya itu hanya boleh dilakukan ahlinya. Jadi yang hanya boleh beli hanya rumah sakit dan yang bertanggung jawab adalah dokter spesialis patologi klinik,’’ ungkap dia.