Kamis 20 Aug 2020 13:38 WIB

Pemeriksaan Suhu Tubuh Mungkin tidak Sepenuhnya Efektif

Jangan andalkan pemeriksaan suhu sebagai satu-satunya alat skrining di area publik.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Pesepak bola tim nasional Indonesia senior Nadeo Argawinata diukur suhu tubuhnya saat akan mengikuti latihan di Stadion Madya, Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (7/8/2020). Sebanyak 24 pesepak bola senior mengikuti latihan perdana pada masa pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Pesepak bola tim nasional Indonesia senior Nadeo Argawinata diukur suhu tubuhnya saat akan mengikuti latihan di Stadion Madya, Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (7/8/2020). Sebanyak 24 pesepak bola senior mengikuti latihan perdana pada masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemeriksaan suhu tubuh secara luas telah dilakukan sebagai langkah awal mendeteksi infeksi virus corona jenis baru di berbagai area publik. Mulai dari pertokoan, serta tempat-tempat area bisnis, hingga sekolah yang mencoba untuk dibuka kembali, menerapkan cara ini untuk keamanan.

Meski demikian, sebuah studi baru memperingatkan bahwa mengandalkan pemeriksaan suhu sebagai satu-satunya alat skrining di area publik dapat menyebabkan kesalahan. Kondisi demam, di mana suhu tubuh mencapai di atas normal, pada umumnya merupakan gejala pertama dari infeksi, termasuk pada Covid-19.

Baca Juga

Meski demikian, pada Covid-19, gejala diikuti oleh batuk, mual, dan muntah. Tak hanya itu, ada berbagai gejala lain yang bisa muncul seperti diare, namun ini bisa berbeda-beda pada setiap individu yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Dilansir Today, dalam studi terbaru, para peneliti menggunakan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang mencakup informasi tentang hampir 60 ribu kasus Covid-19 dikonfirmasi, untuk memodelkan urutan gejala. Keterbatasan penelitian, yang diterbitkan pada pekan lalu dalam jurnal kesehatan masyarakat, termasuk bahwa hampir semua kasus berasal dari China selama hari-hari awal pandemi, sebelum jenis gejala lain dikenali.

Meski pemeriksaan suhu dapat mendeteksi orang-orang yang menunjukkan gejala, ada sejumlah orang terinfeksi virus corona jenis baru tetapi tidak mengalami demam. Dengan lebih dari 21 juta kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di seluruh dunia, pejabat kesehatan masyarakat telah mengetahui bahwa infeksi dapat menyebabkan berbagai gejala, mulai dari pilek dan sakit kepala yang hampir tidak terlihat hingga kesulitan bernapas dan nyeri dada.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) atau CDC  telah mencantumkan kemungkinan gejala Covid-19 yaitu :

Demam atau meriang

Batuk

Sesak napas atau kesulitan bernapas

Kelelahan

Nyeri otot atau tubuh

Sakit kepala

Kehilangan kemampuan mengenali aroma maupun rasa

Sakit tenggorokan

Hidung tersumbat

Mual atau muntah

Diare

photo
Tiga gejala baru Covid-19 menurut CDC AS. - (Republika)

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak lebih cenderung mengalami gejala yang ringan dan dapat disalahartikan sebagai penyakit lain. Kehilangan kemampuan indera perasa dan penciuman adalah gejala awal yang umum untuk kasus Covid-19 yang lebih ringan dan lebih sering terjadi pada pasien dengan usia muda serta perempuan.

Gejala dapat muncul kapan saja antara dua hingga 14 hari setelah, meski rata-rata sekitar lima hingga enam hari setelah terpapar virus corona jenis baru. Sementara banyak orang tidak pernah menunjukkan tanda-tanda infeksi, bahkan mereka akhirnya dapat menyebarkan penyakit selama berhari-hari tanpa sadar.

"Jika Anda menggunakan tanda dan gejala sebagai dasar untuk bergerak maju, seperti pemadam kebakaran menunggu sampai sebuah rumah terbakar habis sebelum beraksi,” kata David Paltiel, seorang profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Yale, yang menerbitkan sebuah penelitian pada Juli tentang membawa mahasiswa kembali ke kampus di jurnal JAMA Network Open.

Joe Suyama, kepala layanan darurat Rumah Sakit UPMC Magee di Pittsburgh, mengatakan, semua pengunjung diperiksa dengan pemindai suhu. Mereka bukanlah teknologi jaring pengaman seperti yang diharapkan kebanyakan orang. Namun, sebagian besar institusi, rumah sakit, dan sekolah menerapkan beberapa bentuk pemeriksaan.

Suyama dan yang lainnya berharap, selain melarang masuknya orang-orang dengan gejala, di area pemeriksaan harus diberitahukan agar tidak lengah dengan melakukan tindakan pencegahan. Para ahli penyakit menular mengatakan pemeriksaan suhu tubuh perlu menjadi bagian dari protokol lain yang mencakup penggunaan masker dan menerapkan jarak sosial.

“Karena skrining untuk virus sangat tidak sempurna, lebih baik tidak mengandalkannya. Bukannya kami tidak percaya pada pengujian dan skrining, tapi kami tidak mempercayai sepenuhnya,” jelas David Thomas, profesor kedokteran dan direktur divisi penyakit menular di Johns Hopkins Medicine.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement