REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepian akibat terisolasi secara sosial dapat memberikan pengaruh buruk terhadap otak seseorang. Kondisi tersebut juga meningkatkan risiko demensia pada orang dewasa yang lebih tua, terutama kalangan lanjut usia (lansia).
Para lansia yang menghadapi risiko lebih tinggi tertular Covid-19 menjadi lebih sering tinggal di rumah sehingga besar kemungkinan mereka merasa kesepian. Belum lagi minimnya akses untuk berjumpa keluarga dan teman.
Tetapi bahkan sebelum pandemi, para ahli kesehatan masyarakat menyoroti prevalensi dan dampak kesehatan dari kesepian di Amerika Serikat. Kesepian berkepanjangan diketahui memengaruhi aspek kesehatan 19-43 persen orang berusia 60 tahun ke atas.
Berdasarkan studi, kesepian berkepanjangan memperbesar risiko kematian dini, serupa dengan risiko dari merokok, minum alkohol, dan obesitas. Konsekuensi kesehatan lain yakni penyakit jantung dan stroke, dan peningkatan kunjungan ke dokter dan IGD.
Lansia yang merasa kesepian juga mengalami penurunan kesehatan otak dan ketajaman mental. Kelompok ini memiliki performa yang lebih buruk dalam tes kemampuan berpikir, terutama ketika diminta untuk memproses informasi dengan cepat.
Ilmuwan memperkirakan, penurunan kemampuan kognitif akibat kesepian datang melalui berbagai jalur. Beberapa di antaranya adalah kondisi fisik yang tidak aktif, gejala depresi, kurang tidur, peningkatan tekanan darah, serta peradangan.
Studi turut mengungkap bahwa lansia yang merasa puas dalam relasinya memiliki risiko demensia 23 persen lebih rendah dibandingkan yang tidak puas. Lansia yang merasa relasinya penuh dukungan bahkan memiliki risiko demensia 55 persen lebih rendah.
Psikolog klinis dari Universitas Negeri Pennsylvania, Karra Harrington, menjelaskan bahwa terisolasi secara sosial dapat berkontribusi pada perilaku tidak sehat. Orang yang kesepian menjadi kurang olahraga, banyak minum alkohol, dan merokok.
Kesepian juga merupakan stresor sosial penting yang dapat mengaktifkan respons stres tubuh. Ketika berkepanjangan, respons itu dapat menyebabkan peningkatan peradangan dan penurunan kekebalan tubuh.
Peradangan adalah respons tubuh untuk melawan infeksi atau menyembuhkan cedera, tetapi jika terus dibiarkan, hal itu dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Hormon stres memainkan peran penting dalam memastikan bahwa peradangan tidak lepas kendali.
"Dalam kondisi stres kronis, tubuh menjadi kurang sensitif terhadap efek hormon stres, yang menyebabkan peningkatan peradangan dan akhirnya menimbulkan penyakit," kata Harrington, dikutip dari laman The Conversation, Rabu (12/8).
Direktur Pusat Penuaan Sehat di Universitas Negeri Pennsylvania, Martin J Sliwinski, mengatakan, kesepian adalah pengalaman yang umum dan normal. Langkah pertama yang penting adalah menyadari hal ini dan menerima bahwa apa yang sedang dirasakan adalah bagian dari menjadi manusia.
Menurut Sliwinski, tidak perlu berfokus pada apa yang tidak mungkin dilakukan saat ini. Dia menyarankan untuk memusatkan perhatian kepada apa yang dapat dilakukan untuk tetap terhubung dan buat rencana untuk mengambil tindakan.
"Buat perencanaan untuk menjangkau teman dan keluarga, atau mencoba aktivitas baru di rumah yang biasanya tidak sempat dilakukan, seperti kelas online atau klub buku," ucap profesor di bidang pengembangan manusia dan studi keluarga itu.