Sabtu 01 Aug 2020 03:15 WIB

Benarkah Botox Bisa Mengurangi Depresi?

Para ilmuwan meneliti mengenai potensi botox jadi obat depresi

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nur Aini
Penyuntikan botox (ilustrasi)
Foto: safebee
Penyuntikan botox (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAN DIEGO – Meskipun lebih dikenal sebagai perawatan kecantikan yang digunakan untuk mengurangi dan mencegah keriput, botox ternyata berpotensi menjadi obat depresi. Hal itu mengacu pada studi baru dari Kajian Farmasi di University of California San Diego, Amerika Serikat (AS).

Botox atau botulinum toxin (racun botulinum) adalah protein neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri clostridium botulinum atau yang terkait. Zat itu sudah digunakan untuk mengobati beberapa kondisi kesehatan seperti migrain, kejang otot, keringat berlebih, dan inkontinensia.

Baca Juga

Untuk menyelidiki apakah botox dapat membantu meringankan gejala depresi, para peneliti melihat laporan dari hampir 40.000 orang yang tersimpan di Sistem Pelaporan Efek Merugikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS, yang berisi lebih dari 13 juta laporan sukarela tentang efek samping yang dialami seseorang saat minum obat. Laporan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dikumpulkan dengan tujuan menyelidiki hubungan antara botox dan depresi, tetapi mengkaji pengalaman seseorang setelah perawatan Botox. Namun setelah dikaji, peneliti menemukan ada kaitannya botox dengan depresi.

Para peneliti melihat laporan dari pengguna botox yang telah disuntik di beberapa titik tubuh, termasuk dahi, leher, paha dan kandung kemih. Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Report menunjukkan bahwa 40 hingga 88 persen orang yang memiliki botox jarang mengalami depresi, seperti hiperhidrosis (keringat berlebih), kerutan wajah, migrain maupun kejang dibandingkan pasien yang menjalani perawatan berbeda untuk kondisi yang sama.

Uji klinis juga sedang dilakukan untuk menguji suntikan botox dahi sebagai pengobatan potensial untuk depresi.

"Selama bertahun-tahun, dokter telah mengamati bahwa botox yang disuntikkan untuk alasan kecantikan tampaknya meredakan depresi untuk pasien mereka," kata pemimpin studi Ruben Abagyan, seperti dilansir dari Malay Mail, Jumat (31/7).

Peneliti lain dalam studi ini, Tigran Makunts menambahkan, temuan itu menjadi cukup menarik karena mendukung pengobatan baru untuk mempengaruhi suasana hati dan melawan depresi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement