REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BANDUNG -- Java Frinsa Estate merupakan salah satu produsen kopi asal Jawa Barat, yang telah terkenal sebagai penghasil biji kopi berkualitas, bukan hanya di dalam negeri namun juga mancanegara. Meski telah ternama di dunia perkopian, Java Frinsa Estate punya harapan untuk bisa mengangkat kesejahteraan petani-petani kopi, bukan hanya di Jawa Barat namun juga di Indonesia.
Fikri Hakim, manajer operasional Java Frinsa Estate, mengatakan pihaknya telah lama bermitra dengan petani-petani di wilayah Jabar maupun di luar Jawa Barat. Bahkan, ia mengatakan sebagian besar biji kopi yang dijual dan diekspor oleh Java Frinsa Estate berasal dari petani-petani yang menjadi mitra. "Jadi kita mengolah tidak hanya dari kebun kita sendiri, tetapi juga berkolaborasi dengan petani-petani yang menjadi mitra kita," ujarnya saat ditemui tim Ekspedisi Republikopi di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/7).
Fikri yang merupakan anak kedua dari Wildan Mustofa dan Atieq Mustianingtyas, pendiri Java Frinsa Estate, mengatakan pihaknya telah mulai memberdayakan masyarakat sejak tahun 2011, dan dimulai di Desa Weninggalih, Sindangkerta, Bandung Barat, Jabar. Kala itu, mayoritas penduduk pria disana bekerja dibidang kontruksi di kota, sehingga sebagian besar penduduk wanita di daerah itu yang bekerja di lahan pertanian.
Java Frinsa kemudian mulai membuka lahan perkebunan kopi, dan mengajak penduduk disana juga menanam kopi disamping hortikultura. "Sehingga secara ekonomi mereka dapat pendapatan lebih dari hasil panen kopi," ucapnya.
Metode yang digunakan oleh Java Frinsa untuk menarik warga menjadi petani kopi adalah dengan memberiikan fasilitas bibit dengan harga murah. Bahkan, petani bisa membeli bibit secara 'kredit', dengan cara memotong dari gaji jika mereka merupakan karyawan Java Frinsa, atau uang hasil penjualan ceri kopi saat panen nanti.
"Mereka tidak bayar cash, bisa bayar dari gaji mereka, kita bayar perdua minggu, sesuai perjanjian dengan mereka mau dipotong berapa besar," ujarnya.
Petani yang mendapat bantuan juga tidak diwajibkan menjual hasil panen kopi mereka ke Java Frinsa, alias mereka bebas menjual kemana pun. Untuk menjaga hasil panen sesuai standar, Java Frinsa juga memberikan pendampingan sesuai standar operational prosedur (SOP) yang berlaku disana.
"Sementara untuk berapa harga ceri kopi petani yang kita beli, kita mengikuti harga pasaran dan tidak menetapkan harga sendiri. Selain itu, petani juga memdapatkan insentif tambahan dari ceri kopi yang dijualnya. Jika ceri kopi bagus atau merah semuanya, kita beri tambahan insentif 100-200 perkilonya, begitu juga jika hasil petikan bagus, ada insentif lagi. Jadi besar harga yang diterima petani lebih tinggi dari harga pasaran," jelasnya.
Fikri melanjutkan, kemitraan yang diberikan oleh Java Frinsa kepada para petani terdiri dari beberapa macam dan tak hanya terbatas di kebun saja. Kemitraan yang diberikan mulai dari bentuk pendampingan untuk petani bagaimana mengolah ceri merah hingga menjadi gabah kopi, green bean hingga kopi siap diekspor.
"Ada juga mitra yang kita bantu untuk mengekspor hasil kopi mereka. Sebab, jika mengurus perizinan hingga lengkap sementara total produksi kopi mereka hanya berkisar di angka 1 ton, maka jatuhnya perkilogram kopi akan mahal dan secara hitungan bisnis memberatkan mereka. Sehingga kita tawarkan kemitraan seperti itu,"
Fikri mengatakan, sampai saat ini Java Frinsa sudah berkolaborasi mengekspor biji kopi dengan petanin di Flores dan Kerinci. Meski begitu, ia mengatakan pihaknya juga tidak mau berbuat curang dengan mengklaim kopi yang diekspor seluruhnya adalah hasil perkebunan Java Frinsa.
"Karena kita speciality coffee jadi traceability (keterlacakan) itu sangat penting, sehingga kita tetap tulis di karung ini kopi asal mana, dari petani siapa dan diproses pascapanen dengan cara apa. Dengan tracebility yang baik maka harga jualnya juga akan tinggi," katanya.
Fikri menambahkan, Java Frinsa tetap akan melanjutkan kemitraan seperti ini. Java Frinsa tetap akan membantu dan membina petani-petani kopi bukan hanya di Jabar namun juga di Indonesia, mulai dari penanaman hingga ekspor.
"Sehingga kita bisa besar banyak. Saya diajarkan oleh ayah dan kakek saya, kalau kita ingin jalan cepat, maka jalanlah sendiri, kalau mau menempuh perjalanan jauh maka jalanlah bersama-sama," ucapnya.