REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski ada embel-embel bir pada namanya, bir pletok yang merupakan minuman khas Betawi sebenarnya tidak mengandung alkohol. Pada masa penjajahan, orang-orang Betawi di Jakarta melihat kebiasaan orang Belanda yang biasa menyesap bir untuk menghangatkan badan.
Orang Betawi juga ingin membuat minuman serupa, namun karena sebagian besar tidak minum alkohol, dibuatlah bir pletok yang bahan bakunya sama sekali tidak memabukkan. Bir pletok menjadi satu dari delapan ikon budaya Betawi selain ondel-ondel, kembang kelapa, ornamen gigi balang, baju sadariah, kebaya kerancang, batik Betawi, dan kerak telor.
"Bir pletok adalah bir halal yang terpengaruh budaya Belanda," kata Ira Lathief, pendiri Wisata Kreatif Jakarta, dalam tur virtual keliling Jakarta, Senin (22/6) malam.
Menurut Ira, embel-embel pletok yang disematkan dalam bir khas Betawi ini bisa berasal dari dua hal. Pertama, "pletok" diduga berasal dari bunyi bahan-bahan bir saat dikocok dalam seruas bambu bersama es batu.
Bir pletok diramu dari campuran rempah, yakni kapulaga, cengkih, jahe, serai, cabai jawa, kayu manis, dan gula. Warna merah pada bir pletok berasal dari kayu secang yang juga jadi campuran bahan minuman wedang uwuh.
Kemungkinan kedua, menurut Ira, "pletok" diambil dari bunyi tutup botol anggur ketika dibuka. Bir pletok dapat dibeli di restoran yang terletak di Kota Tua atau toko khas oleh-oleh Betawi di Lenggang Jakarta dalam kawasan Monas.
"Bir pletok enak diminum dingin atau hangat," kata Ira.
Bila ingin mencicipi bir pletok yang segar, bukan dalam kemasan, Ira menyarankan wisatawan untuk mampir ke pusat perkampungan budaya Betawi di Setu Babakan, Jakarta Selatan.