REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan pengembalian dana atau refund dari tiket pesawat yang dibatalkan melonjak drastis akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat maskapai kewalahan dan proses yang dibutuhkan semakin lama.
Travel blogger Trinity beruntung menjadi salah satu konsumen yang tak terkendala karena meminta pengembalian dana sejak awal pandemi merebak di Indonesia. "Akhir Maret mau ke Sumba, tiket sudah beli dari beberapa bulan sebelumnya. Begitu (virus corona) sudah mulai masuk ke Indonesia, penerbangan semakin sulit, langsung ajukan refund," kata Trinity dalam diskusi daring, Kamis (18/6).
Ia bersyukur proses pengembalian dana hanya memakan waktu tiga pekan tanpa kendala berarti. Penulis The Naked Traveler membeli tiket melalui biro perjalanan daring, sehingga prosesnya pun dilakukan hanya lewat aplikasi.
"Untungnya karena masih di awal, kalau ke belakang, antrean refund masih banyak," tutur Trinity.
Rencana perjalanan Trinity sepanjang 2020 sejauh ini telah dibatalkan.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menjelaskan, permintaan untuk refund sebelum pandemi biasanya hanya mencapai satu persen dari total pembelian tiket. Akibat pandemi, permintaan membludak hingga 100 kali lipat, membuat proses jauh lebih lama.
"Ada 120 juta penumpang selama setahun di Indonesia, rata-rata beli untuk sebulan ke depan. Kalau satu persen refund, setiap bulan yang diproses 100 ribu refund. Sekarang, hampir semuanya berhenti, (refund) 100 kali lipat dari sebelumnya," jelas Gerry.
Gerry menuturkan, kunci utama untuk konsumen yang belum menerima pengembalian dana dari tiket yang dibatalkan adalah bersabar. Namun, ia mengingatkan untuk tetap memantau informasi terbaru dari biro perjalanan atau maskapai mengenai proses refund.
Pahami bahwa proses refund dalam kondisi pandemi memang bakal memakan waktu yang jauh lebih lama dari biasanya. "Kalau sudah sebulan jangan ngotot dulu, tanya progress. Kalau sudah tiga bulan tidak ada kabar, tanya update baik-baik. Tapi kalau dikasih kabar, sabar saja karena semuanya sedang kelabakan," kata Gerry.
Dalam kondisi seperti ini, kemungkinan besar maskapai memberikan refund dalam bentuk voucher yang bisa ditukar dengan tiket pesawat kemudian hari. Sebab, memaksakan diri mengembalikan dalam bentuk uang tunai malah bisa membuat perusahaan bangkrut.
"Jangan ekspektasi dapat cash, yang penting diproses," kata dia.
Gerry menambahkan, maskapai pun sebaiknya lebih terbuka kepada publik mengenai tantangan mengurus permintaan pengembalian dana agar konsumen bisa bersabar.
Trinity mengatakan hal serupa. Dia menyadari saat ini sulit untuk mendapatkan refund dalam bentuk uang tunai, namun Trinity memilih melihat refund berupa voucher dari sisi positif.
"Anggap saja liburan yang tertunda."