REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ragi adalah jenis organisme hidup mikroskopis yang berkembang biak dengan memakan gula. Ragi bisa mengembangkan adonan, karenanya ia biasa dimanfaatkan dalam pembuatan roti. Spesies jamur ‘Saccharomyces cerevisiae’ paling banyak diolah sebagai ragi.
5.000 tahun yang lalu, masyarakat Mesir menggunakan ragi alami yang ada di udara untuk memanggang roti dan memfermentasi bir, tetapi itu adalah proses yang lambat dan memakan waktu. Namun kini, ragi sudah bisa dengan mudah didapatkan di toko.
Jenis ragi juga ada beragam, berikut rinciannya seperti dilansir dari Leites Culinaria, Sabtu (6/6).
Ragi kering aktif
Ragi kering aktif adalah bentuk ragi yang paling umum. Selama Perang Dunia II, Ragi Fleischmann menemukan ragi granular yang stabil, alami dan dibuat cukup sederhana dengan menguapkan cairan dari ragi dan melumatkan apa yang tersisa menjadi butiran. Ragi kering aktif memiliki ukuran yang mirip dengan tepung jagung, dapat dengan mudah diukur.
Seperti namanya, ragi ini perlu “dihidupkan” dahulu sebelum digunakan. Caranya larutkan ragi dalam air hangat atau susu yang dipanaskan dengan suhu 38 hingga 43 derajat celcius. Jika Anda menggunakan ragi kering aktif, biarkan adonan mengembang selama 15 hingga 30 menit untuk hasil maksimal.
Ragi instan
Ragi instan juga cukup populer. Ragi instan memiliki bentuk yang lebih kecil dari ragi kering aktif, dilengkapi dengan enzim dan zat aditif lainnya yang memungkinkan ragi larut lebih cepat dan membuat adonan roti mengembang lebih cepat.
Karena ragi instan tidak perlu dilarutkan dalam air hangat, Anda bisa langsung memasukkannya ke dalam adonan dan membiarkannya selama 10 menit. Terkait penyimpanan, ragi instan cukup fleksibel karena aman disimpan di tempat tertutup pada suhu kamar tanpa batas, disimpan di lemari es selama 6 bulan atau freezer selama 12 bulan, bahkan disimpan begitu saja selama satu tahun masih layak dipakai.
Ragi segar
Ragi segar paling sering digunakan oleh pembuat roti profesional. Sesuai namanya, ragi ini tidak memiliki umur simpan yang lama, harus didinginkan dan hanya bisa digunakan dalam beberapa pekan saja.
Ragi segar juga harus “diaktifkan” terlebih dahulu sebelum digunakan, dengan melarutkannya dalam sedikit air hangat dan sedikit gula. Jika setelah dilarutkan ragi tidak bergelembung atau berbuih, maka kemungkinan ragi itu tidak lagi layak lagi dipakai.