Senin 25 May 2020 07:27 WIB

Begini Formulasi Kondisi Keuangan Sehat

Kenali kondisi keuangan, catat harta milik kita yang berharga dan bernilai tinggi

Rep: Santi Sopia/ Red: Hiru Muhammad
Salah satu harta benda yang bernilai tinggi adalah rumah. Pastikan rumah yang ingin dibeli sesuai dengan kondisi keuangan dan lapangan.
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Salah satu harta benda yang bernilai tinggi adalah rumah. Pastikan rumah yang ingin dibeli sesuai dengan kondisi keuangan dan lapangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setiap orang berharap memiliki kondisi keuangan yang sehat. Untuk mencapainya, diperlukan perencanaan dan formulasi yang tepat.

Dede Haris Sumarno, Direktur Investasi & Kepesertaan di Dana Pensiun Syariah Muhammadiyah mengatakan pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengenali kondisi keuangan. Untuk mengenali kondisi keuangan, catat berapa harta yang kita miliki yang betul-betul berharga dan nilainya tinggi. 

"Contohnya, properti, logam mulia, batang bernilai tinggi dan lainnya. Catat juga utang yang kita miliki, apa saja tanggungan kita. Misalnya, beli rumah dengan KPR, cicilan kendaraan, hutang kartu kredit dan lainnya," ujarnya kuliah WhatsApp ke -10 yang diinisiasi PP Nasyiatul Aisyiyah.

Kemudian bandingkan antara harta dan hutang. Jika harta lebih besar dari hutang itu artinya aman. Sebaliknya apabila hutang lebih besar dari harta, perlu hati-hati.

Bedakan kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus terpenuhi karena kalau tidak, bisa merasa terganggu, seperti lapar, haus, tidak bisa bekerja. Sedangkan kalau keinginan lebih kepada hiburan. "Makan kebutuhan tapi kalau makan di restoran sudah masuk ke keinginan, nonton, belanja branded, itu daftar keinginan, tolong dibedakan," jelas Dede.

Buatlah tujuan keuangan dalam masa pendek dan panjang. Misalnya, enam bulan ke depan akan membeli barang tertentu, dua atau tiga tahun kemudian membeli mobil harus dicatat. Itu semua harus dipenuhi dengan pendapatan yang seimbang.

Selanjutnya, siapkan rencana anggaran. Formula yang baik dari OJK, misalnya, kata Dede, ada soal pengalokasian anggaran. Sebanyak 10 persen untuk biaya sosial, 20 persen untuk tabungan/investasi/proteksi. Untuk 30 persennya, cicilan hutang dan 40 persen biaya rumah tangga. Formula itu bisa tidak sama dengan setiap kondisi keluarga, namun disarankan tidak terlalu jauh berbeda.

Akhirnya, perlu evaluasi keuangan berkala. Jika cicilan hutang keluarga dibandingkan dengan pendapatan, maksimal hanya 30 persen dari pendapatan, berarti itu hal yang baik. Untuk tabungan, maka jika dicapai angka 10 persen dari penghasilan, sudah baik."Kalau penghasilan Rp 1 juta, setiap bulan Rp 100 ribu, maka sudah masuk kategori sehat," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement