Senin 20 Apr 2020 10:21 WIB

Siapa Firaun Musa? Ini Bantahan untuk Film-Film Holywood

Holywood mengisahkan Ramses II sebagai fir’aun yang tenggelam, penelitian membantah.

Sphinx Firaun Ramses II
Foto: Penn Museum Archives via livescience
Sphinx Firaun Ramses II

 REPUBLIKA.CO.ID, oleh Harun Husein*

Siapakah fir’aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa? Apakah yang bertemu Nabi Musa satu fir’aun –sehingga abashung- kapan “fir’aunnya Musa”-- atau lebih dari satu fir’aun? Lalu, fir’aun mana yang tenggelam ke dasar Laut Merah? Sampai saat ini, masih terjadi simpang-siur tentang sosok tiran besar dalam sejarah umat manusia itu. Tiran yang arogansinya --menurut Alquran- telah melampaui batas (tagha).

Hollywood telah berulangkali membuat film tentang kisah yang berpuncak pada eksodus Bani Israil dari Mesir tersebut. Film-film tersebut, pada umumnya mengisahkan bahwa Nabi Musa bertemu lebih dari satu fir’aun. Salah satu film terakhir bertajuk "Exodus: Gods and Kingsyang" dirilis Desember 2014 oleh 20 th Century Fox.

Film tersebut menyebut Ramses II sebagai fir’aun yang tenggelam. Sedangkan yang mengadopsi Nabi Musa adalah ayahnya Ramses II, yaitu Fir’aun Seti I. Kisahnya kurang lebih sama dengan film The Ten Commandment yang dirilis tahun 1956. Film ini mengisahkan bahwa fir’aun yang memerintahkan pembunuhan bayi-bayi Bani Israil adalah Ramses I, di mana Musa justru diadopsi di istana fir’aun.

Kemudian, Musa yang telah menjadi seorang pangeran Mesir, memimpin proyek pembangunan kota di bawah Fir’aun Seti I, ayahnya Ramses II. Tapi, belakangan malah membunuh orang Mesir, dan terpaksa melarikan diri ke Madyan.  Selanjutnya, setelah pulang dari Madyan, Musa dan Harun berhadapan dengan Fir’aun Ramses II. Dan, Ramses II inilah yang tenggelam.

Film The Ten Commandment yang mengambil lokasi syuting di Gunung Sinai dan Semenanjung Sinai, ini, merupakan film berbiaya paling mahal di masanya, tapi memberi hasil fenomenal. Selain meledak di pasaran, film ini juga diganjar sejumlah Piala Oscar, dan masuk rekor dunia Guinness sebagai film ketujuh paling sukses sepanjang masa.

Fakta sejarah

Lalu, bagaimana faktanya? Menilik namanya, para fir’aun yang disebut dalam film-film tersebut --menurut pembagian babak sejarah Mesir yang dilakukan para pakar dan peneliti Mesir (egyptology)-hidup pada Era Kerajaan Baru Mesir yang berlangsung pada 1550-1077 SM.

Pada era ini ada tiga dinasti fir’aun yang memerintah, yaitu dinasti ke-18 sampai dengan dinasti ke-20 (lihat Fir’aun Mesir: Dari Menes sampai Cleopatra). Era Kerajaan Mesir Baru adalah era kembalinya para fir’aun beretnis Mesir ke tampuk kekuasaan, setelah sebelumnya Mesir diperintah para fir’aun Hyksos.

Para sejarawan memperkirakan, Bani Israil mulai berdatangan ke Mesir saat diperintah para fir’aun Hyksos. Kaum Hyksos sendiri adalah imigran dari Asia Barat, dan bahkan diduga beretnis semit. Kitab suci mengabarkan bahwa kedatangan Bani Israil diawali Nabi Yusuf, yang kemudian disusul Nabi Yakub (Israil) dan anak-anaknya.

photo
Firaun - ()

Bani Israil berada di Mesir sekitar 400 tahun. Peristiwa Nabi Musa, terjadi pada masa dinasti ke-19 Era Kerajaan Baru Mesir. Fir’aun pertama dinasti ini adalah Ramses I, disusul Seti I, Ramses II atau Ramses Agung, Merneptah, dan seterusnya.

Lalu, apakah benar Ramses II adalah fir’aun yang tenggelam, sebagaimana diceritakan film-film Hollywood? Ternyata, sejarah menyangkalnya. Sebab, Ramses II yang memerintah pada 1279-1213 SM, lahir sekitar tahun 1303 dan wafat 1213, dalam umur 90 tahun.

Para ahli yang memeriksa mumi Ramses II mendapati bahwa yang bersangkutan memiliki radang sendi, dan kemungkinan berjalan membungkuk dalam beberapa dekade terakhir hidupnya. Penyebab kematiannya pun bukan tenggelam, tapi diduga karena infeksi pada bagian mulutnya.

Kalau begitu, fir’aun siapa yang mengejar Nabi Musa dan akhirnya tenggelam, alias fir’aun eksodus? Maurice Bucaille, dalam bukunya Bible, Qur’an, dan Sains Modern, mengungkapkan para ahli berbeda pendapat. Ada yang menyebut Thutose II (fir’aun keempat dinasti ke-18), Amenothep II (fir’aun ketujuh dinasti ke-18), Ramses II (fir’aun ketiga dinasti ke-19), dan Merneptah (fir’aun keempat dinasti ke-19).  Semua dengan argumentasi masing-masing.

Merneptah

Namun, Maurice Bucaille berpendapat Mernepta lah --bukan Ramses II-- fFir’aun yang tenggelam. Merneptah adalah anak ke-13 Ramses II. Kesimpulan itu didasarkan pada analisis sejarah, dan terutama hasil pemeriksaan terhadap mumi Merneptah.

Dari sisi sejarah, Bucaille mengungkapkan dalam Taurat disebutkan bahwa Musa berumur 80 tahun saat berbicara dengan fir’aun. Setelah memeriksa riwayat para fir’aun di Era Kerajaan Baru Mesir, dia menyatakan tidak ada dua fir’aun yang pemerintahannya mencapai 80 tahun, kecuali periode Ramses II-Merneptah.

Ramses II sendiri, tulis Bucaille, diperkirakan meninggal pada usia 90 atau 100 tahun. Karena itu, Musa diperkirakan lahir di awal masa pemerintahan Ramses II, saat Ramses II berumur 23-33 tahun.

Kemudian, Bucaille menyimpulkan Nabi Musa dilahirkan di masa pemerintahan Ramses II, ketika sang fir’aun sedang membangun Kota Ramses dan Kota Pitom.

Ramses, tulis Bucaille, tidak disebutkan dalam Bible maupun Qur’an. Penyebutan Ramses dalam Taurat, tulisnya, merujuk pada nama kota, yaitu Kota Ramses. Kota ini dibangun menggunakan  tenaga kerja

paksa Bani Israil.

Ramses II berkehendak menjadikan kota –yang kini terletak di kawasan Thanis Qantir, sebelah timur delta Nil-- tersebut sebagai ibukota kerajaannya. Ramses II, tulis Bucaille, memerintah sekitar 67 tahun. Ramses II wafat saat Musa dalam pelarian di Madyan.

Wafatnya fir’aun saat Musa di Madyan, disebutkan dalam Taurat. Maka, menjadi masuk akal saat Musa kembali ke Mesir dalam umur 80 tahun, dia bukan berdakwah kepada Ramses II, melainkan Merneptah.

Para ahli sejarah Mesir, kata dia, tidak dapat memberikan angka tepat berapa lama Merneptah memerintah. Namun, diperkira-kan masanya sekitar 10 tahun (dari tahun 1224-1214 SM) atau 20 tahun (1224-1204). Para ahli sejarah Mesir, tulis Bucaille, tidak mengetahui secara pasti bagaimana pemerintahan Merneptah berakhir. “Yang diketahui orang adalah bahwa setelah Merneptah, Mesir mengalami krisis dalam negeri yang berat selama kira-kira seperempat abad.”

Jasad diselamatkan

Tapi, yang terpenting dari semua susunan fakta itu, menurut Bucaille, adalah kisah tentang matinya fir’aun saat mengejar Nabi Musa. Taurat dan Zabur, menyatakan bahwa fir’aun dibinasakan dan tak seorang pun yang tetap hidup.

Meski demikian, Al-Qur’an punya satu clue yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab dan catatan-catatan lainnya, yaitu bahwa jasad fir’aun yang tenggelam diselamatkan, seperti yang tertulis dalam QS Yunus ayat 92:

“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajara n bagi orang-orang yang datang setelah mu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.”

Dan, informasi dari Qur’an inilah yang menunjukkan secara persis siapa fir’aun yang tenggelam.  “Jenazah Merneptah yang sudah diawetkan, dapat dipastikan sebagai fir’aun eksodus,” tulis Bucaille.

Jenazah Merneptah ditemukan pada 1898 oleh Loret di Thebes, di Lembah Rajaraja (Wadi Al Mulk). Yang pertama kali membuka perbannya adalah Elliot Smith pada 8 Juli 1907. Dalam bukunya The Royal Mummies (1912), Elliot mengungkapkan bahwa mumi Merneptah yang berumur tiga ribu tahun dalam keadaan baik, meski ada kerusakan di beberapa bagian.

Elliot sempat mengambil gambar seluruh badan mumi Merneptah. Setelah itu, mumi tersebut dipertunjukkan kepada publik di Musem Kairo, dengan kepala dan leher terbuka, namun badan tertutup.

Pada 1975, mumi Merneptah dibawa ke Prancis untuk diteliti. Dan, penelitian itu dipimpin Maurice Bucaille. Bucaille dan timnya melakukan pemeriksaan radiografik, memeriksa thoraks dan perutnya dengan endoskopi, serta melakukan pemeriksaan mikrokopis lainnya.

Sisa-sisa garam pada mumi tersebut, memperkuat dugaan bahwa mumi tersebut pernah tenggelam, tapi kemudian diselamatkan dan segera dibalsem. “Yang dapat kita tarik kesimpulan sekarang ialah kerusakan tulang dan hilangnya substansi penting --sebagian adalah sangat fatal. Kita belum dapat memastikan apakah hal-hal tersebut terjadi sesudah atau sebelum matinya fir'aun.

Menurut riwayat kitab Suci, fir'aun meninggal karena tenggelam atau karena rasa shock yang dahsyat yang mendahului tenggelamnya, atau kedua-duanya,” tulis Bucaille.

Karena kesesuaian temuan tersebut dengan informasi Qur’an, Maurice Bucaille kemudian mengucap syahadat. Dia mengatakan, “Alangkah agung contoh-contoh yang diberikan ayat-ayat Qur'an tentang tubuh fir'aun yang sekarang berada di ruang mumi di Museum Mesir di Kota Kairo. Penyelidikan dan penemuan-penemuan modern telah menunjukkan kebenaran-kebenaran Qur'an.” ■

*) penulis adalah wartawan senior Republika.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement