Sabtu 15 Feb 2020 15:00 WIB

Korban dan Pelaku Bullying Sama-Sama Butuh Penanganan

Korban dan pelaku bullying sama-sama membutuhkan penanganan, bentuknya berbeda.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Kampanye
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kampanye

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada penanganan berbeda untuk korban dan pelaku perisakan. Psikolog Ratna Djuwita mengatakan, baik korban maupun pelaku bullying usia anak dan remaja harus sama-sama mendapatkan konseling. Terlebih, untuk kasus yang terjadi di sekolah.

"Tidak bisa satu kali dipanggil lantas moralnya berubah, karena berkaitan dengan sikap, kebiasaan, dan banyak faktor lain. Terjadinya karena proses, memperbaikinya juga perlu proses," ujar dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.

Baca Juga

Ratna menjelaskan, proses tersebut berbeda-beda untuk setiap individu. Pasalnya, ada pelaku perisakan yang baru pertama kali melakukan aksinya, ada pula yang sudah beberapa kali mengulangi. Hal utama yakni menggali motif apa yang membuatnya merisak.

Terdapat banyak pemicu, sehingga tidak ada pakem atau kuantifikasi karena ini berkaitan dengan kondisi psikis manusia. Ratna yang terlibat dalam penelitian tentang perisakan sejak 2004 menjelaskan, agresi pelaku perisakan pun terpicu beragam hal.

Agresivitas terkadang muncul tanpa disadari. Semakin diumbar, kobarannya semakin besar, alih-alih mereda. Bisa jadi, agresivitas akibat berbagai macam rasa frustrasi terlampiaskan kepada korban yang belum tentu berhubungan dengan latar belakang pemicunya.

Sementara, penanganan awal terhadap korban perisakan adalah menghadirkan suasana agar dia bersedia menceritakan apa yang dialami. Ratna mengatakan, sebagian besar remaja korban perisakan enggan membeberkan masalahnya kepada orang lain sehingga semua dipendam sendiri.

Teman-temannya mungkin mengetahui perisakan, tapi menjauhi karena takut terseret menjadi korban. Hendak bercerita di rumah pun takut orang tua akan mempermasalahkan sehingga konflik bertambah gawat. Mustahil pula membalas perilaku agresif pelaku.

"Karena itu penanganan awal adalah membiarkan dia bercerita. Pertolongan pertama terhadap korban perisakan adalah ketika dia merasa masih ada teman untuk bisa curhat," ujar Ratna yang menulis disertasi mengenai perisakan siswa SMU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement