REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Stunting masih jadi masalah menahun di Indonesia. Selain kurangnya asupan gizi, kasus kekerdilan disebut juga bisa disebabkan oleh kesalahan orang tua dalam menentukan pola makan anak.
Kepala Divisi Perkembangan Anak di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen FEMA Institut Pertanian Bogor, Dr Dwi Hastuti, mengatakan bahwa penyebab utama stunting memang soal pemberian makan anak. Kurangnya porsi, variasi pangan, dan kurang minum menjadi pemicu.
Meski kondisi demikian kerap ditemukan pada anak di keluarga miskin, tapi kondisi anak gagal tumbuh juga bisa dialami putra-putri dari keluarga mampu. Menurut Dwi, penyebabnya adalah orang tua yang tak memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi anak.
"Misalnya anak dikasih makan banyak, tapi minim gizi karena hanya jajan saja. Mungkin anak itu kenyang, tapi sebetulnya kebutuhan kalori, protein, ataupun vitaminnya tidak tercukupi," ujar Dwi kepada wartawan di Bogor, Rabu (12/2).
Penyebab lainnya, menurut Dwi, adalah kesalahan orang tua dalam memahami fase makan anak. Setidaknya terdapat tiga fase makan anak, mulai dari harus mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif, lalu mendapatkan makanan pendamping ASI, hingga fase makan normal.
Usia baru lahir hingga enam bulan, menurut Dwi, anak seharusnya hanya diberikan ASI. Hanya saja, ia mencermati ada orang tua yang memberikan bayi di bawah enam bulan pisang, teh manis, ataupun makanan jadi.
"Itu sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemberian gizi bagi anak," ungkap Dwi.
Anak, menurut Dwi, baru bisa diberikan makanan pendamping ASI setelah melewati usia enam bulan. Makanan pendampingnya pun tak bisa sembarangan. Sebaiknya hanya diberikan makanan dengan tekstur lembut.
Setelah memasuki usia satu tahun, barulah anak bisa mendapatkan asupan makanan yang sama dengan orang dewasa. Meski demikian, orang tua harus menghidangkannya dalam bentuk yang lembut agar mudah dicerna oleh si buah hati.
Agar tak terjadi kesalahan dalam memahami fase makan anak, menurut Dwi, setiap orang tua harus memahami hal ini. Terlebih, kesalahan pola makan sejak bayi akan menyebabkan permasalahan gizi di usia berikutnya.
"Berdasarkan hasil studi saya, stunting itu cenderung terus bertambah hingga dia balita," kata Dwi.
Dalam kesempatan berbeda sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, jumlah anak stunting Indonesia pada 2019 mencapai 27,6 persen. Artinya, hampir pada setiap tiga anak Indonesia, terdapat satu orang yang stunting.
Ma'ruf pun telah menargetkan agar angka kekerdilan bisa turun hingga 14 persen pada akhir 2024. Ia menyatakan, itu bukan merupakan pekerjaan yang mudah.
"Butuh kontribusi dan kerja keras dari semua pihak, termasuk melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana dengan segala dimensinya," ujar Ma'ruf dalam sambutannya di Rakernas BKKBN di Kantor BKKBN, Halim, Jakarta, Rabu.