REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggemar konsumsi makanan ekstrem binatang kelelawar harus berhati-hati. Sebab, hewan ini memiliki kekerabatan genetik mirip dengan virus novel corona (Covid-19).
"Kalau hobi mengonsumsi makanan ekstrem seperti kelelawar berisiko terinfeksi virus ini karena hanya hewan ini yang kekerabatan generiknya mirip. Jadi bukan binatang peliharaan, hewan ternak bahkan ular (yang memiliki virus novel corona)," ujar Peneliti Senior Pusat Studi Satwa Primata Institut Penelitian Bogor (IPB) Joko Pamungkas saat ditemui saat seminar awam Menyikapi Virus Corona 2019-nCoV: Dari Lembaga Eijkman untuk Indonesia, di kantornya, di Jakarta, Rabu (12/2).
Apalagi, dia menyebutkan jika inang virus itu di tubuh kelelawar ternyata sesuai di tubuh manusia maka ia semakin berpotensi menginfeksi orang tersebut. Kendati demikian, ia menyebut virus di tubuh kelelawar berpotensi tinggi atau tidaknya ditularkan pada manusia bergantung cara masaknya bagaimana.
Ia menjelaskan, virus akan inaktif atau tidak bereplikasi pada suhu 56 derajat celcius atau dimasak selama 30 menit. Artinya, ia menjelaskan, ketika memasak sampai mendidih di suhu 100 derajat celcius tentu bisa mematikan virus.
Karena itu, ia menyontohkan pecinta makanan kelelawar di Minahasa, Sulawesi Utara. Hingga saat ini belum ada yang terinfeksi virus ini karena cara memasak mereka yang baik sampai matang.
Selain itu, ia menyebutkan seseorang yang terinfeksi virus tergantung jumlah virus yang masuk tubuh. Artinya semakin banyak virus yang masuk akan membuat daya tahan tubuh yang membentuk antibodi tak bisa menghancurkan seluruu virus itu.
"Selain itu daya tahan tubuh juga berpengaruh karena ada mekanisme kekebalan antibodi, membentuk sel untuk menghancurkan si virus," ujarnya.
Sementara itu, ia menyebutkan virus Covid-19 adalah jenis RNA yang tidak bisa mengoreksi terjadinya mutasi. Ia menyebutkan antibodi di manusia atau di hewan pada saat infeksi virus awal bisa mengenali virus tersebut karena masih di kondisi awal.
"Tetapi saat bereplikasi dalam sel untuk bisa hidup, terjadi mutasi dan kalau tidak dikoreksi maka bagian virus yang akan menempel ke sel akan berubah termasuk anti bodi yang awalnya mengenali virus itu kemufian menjadi tidak efektif," ujarnya.
Sehingga, ia meminta sebaiknya manusia tidak mengganggu, berburu hewan itu.
Ia menegaskan, manusia perlu melestarikan kelelawar ini yang memiliki ekosistem supaya bisa berimbang. Sebaliknya, ia menyebutkan kalau manusia mengganggu habitat kelelawar untuk kepentingan pembangunan, atau masalah apapun maka mamalia bersayap itu akan terganggu.
"Kalau sudah terusik maka mereka (kelelawar) akan lebih dekat berinteraksi dengan manusia. Mereka kemudian bergeser mencari makanan atau buah ke permukiman," katanya.