Ahad 02 Feb 2020 10:32 WIB

Diet Tinggi Protein Bisa Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

Protein yang tinggi sebabkan serangan jantung khususnya yang berasal dari daging mera

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Protein yang tinggi sebabkan serangan jantung khususnya yang berasal dari daging merah
Foto: wikipedia
Protein yang tinggi sebabkan serangan jantung khususnya yang berasal dari daging merah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang memilih mengikuti diet tinggi kandungan protein untuk menurunkan berat badan dan membangun massa otot. Namun sebuah studi baru menunjukkan, diet seperti itu dapat membahayakan kesehatan jantung.

“Ada manfaat penurunan berat badan yang jelas untuk diet protein tinggi, yang telah meningkatkan popularitas diet itu dalam beberapa tahun terakhir,” kata seorang profesor kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis, MO, dr. Babak Razani dilansir di Medicalnewstoday.com, Jumat (31/1).

Namun, dia melanjutkan, penelitian pada hewan dan beberapa epidemiologis besar pada orang mengaitkan protein tinggi dengan masalah kardiovaskular. Hal itu yang membuat dr. Razani dan rekan-rekannya mencoba mencari tahu ihwal apakah diet protein tinggi, sebenarnya dapat memengaruhi kesehatan jantung secara langsung karena adanya penumpukan plak di dalam arteri?

“Kami memutuskan melihat, apakah benar-benar ada hubungan sebab-akibat antara protein tinggi makanan dan kesehatan jantung yang buruk,” ujar dr. Razani.

Dia dan timnya melakukan penelitian pada model tikus. Mereka mempublikasikan temuan itu dalam jurnal Nature Metabolism. Dalam studi tersebut, para peneliti memberi tikus makanan diet tinggi lemak.

Mereka menjelaskan tikus membutuhkan diet tinggi lemak untuk mengembangkan plak arteri. Beberapa tikus menerima diet tinggi lemak dan protein, sementara tikus lainnya menerima diet tinggi lemak dengan kandungan protein rendah. Kedua kondisi itu memungkinkan para peneliti menunjukkan perbedaan dampak dari asupan.

Beberapa sendok bubuk protein dalam milkshake atau smoothie menambahkan sekitar 40 gram (g) protein, atau hampir setara dengan asupan harian yang direkomendasikan. Untuk melihat apakah protein memiliki efek pada kesehatan jantung, para peneliti melipatgandakan jumlah protein yang diterima tikus dalam makanan tinggi lemak dan tinggi protein. Protein berubah dari 15 persen menjadi 46 persen kalori untuk tikus-tikus itu.

Razani dan tim segera menemukan, tikus yang memakan makanan tinggi lemak dan protein tinggi, tidak hanya mengembangkan aterosklerosis, yakni suatu kondisi yang ditandai penumpukan plak arteri saja. Namun juga, dampaknya secara signifikan lebih buruk daripada tikus yang memiliki makan diet tinggi lemak dan rendah protein.

Sementara tikus dalam kondisi diet tinggi lemak, asupan protein tinggi tidak menambah berat badan meskipun menelan banyak lemak. Protein tinggi mengembangkan sekitar 30 persen lebih banyak plak di arteri dibandingkan dengan tikus dengan diet tinggi lemak, tapi rendah protein.

Razani mengatakan studinya tersebut bukan yang pertama menunjukkan adanya peningkatan plak dengan diet protein tinggi, tetapi menawarkan pemahaman lebih mendalam tentang dampak protein tinggi dengan analisis terperinci. “Dengan kata lain, penelitian kami menunjukkan bagaimana dan mengapa protein makanan mengarah pada pengembangan plak yang tidak stabil,” kata dia.

Tubuh mamalia, sebenarnya memiliki pertahanan lini pertama terhadap plak arteri. Suatu jenis sel darah putih yang disebut makrofag biasanya membersihkan dan menghilangkan keberadaan endapan itu.

Namun, terkadang keberadaan plak itu tidak setara dengan tugas makrofag. Ketika itu terjadi, makrofag mati yang membuat plak arteri terus menumpuk.

"Pada tikus dengan diet protein tinggi, plak mereka adalah kuburan makrofag,” ujar dr. Razani.

Banyaknya sel mati di inti plak membuatnya sangat tidak stabil dan rentan pecah. Ketika darah mengalir melewati plak, alirannya memberi banyak tekanan pada plak. Kondisi itu dapat memicu serangan jantung.

Para peneliti juga melihat mekanisme melalui protein makanan dapat berkontribusi pada penciptaan plak arteri yang tidak stabil. Untuk melakukannya, mereka melihat apa yang terjadi setelah pencernaan protein makanan.

Tim menemukan bahwa kelebihan asam amino yang berasal dari makanan dengan kandungan protein tinggi, sebenarnya mengaktifkan protein lain (disebut mTOR) yang ada di makrofag. Ketika mTOR aktif, dia mengirim sinyal ke makrofag untuk fokus pada pertumbuhan daripada mengidentifikasi dan membersihkan penumpukan plak.

Akhirnya, proses pertumbuhan abnormal menyebabkan kematian makrofag.

Dua asam amino spesifik, yakni leucine dan arginine adalah pemain utama dalam urusan melumpuhkan makrofag. Namun mengetahui hal ini juga dapat membantu kita memahami makanan apa yang harus dihindari orang, misalnya, leucine khususnya mengandung daging merah, dibandingkan dengan ikan atau sumber protein nabati.

Beberapa asam amino yang berasal dari protein makanan mungkin lebih berbahaya daripada yang lain, juga dapat menginformasikan penelitian lebih lanjut tentang diet dan kesehatan jantung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement