REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Komite Nasional Pengendalian Tembakau Widyastuti Soerojo mengatakan, klaim bahwa rokok elektronik lebih aman dibandingkan rokok biasa sudah terbantahkan. Bahkan, kelemahan rokok elektronik telah diakui sendiri oleh penelitinya.
"Klaim bahwa rokok elektronik lebih aman 95 persen dibandingkan rokok biasa dipublikasikan oleh Public Health England pada 2015," kata Widyastuti di Jakarta, Kamis.
Tuti, panggilan akrab Widyastuti, mengatakan bahwa penelitian tersebut dilakukan dan ditulis oleh David Nutt dan kawan-kawan. Mereka kemudian mengakui sendiri kelemahan penelitiannya.
Klaim rokok elektronik lebih aman 95 persen dibandingkan rokok biasa juga telah dibantah oleh analis British Medical Journal yang menemukan bahwa penelitian tersebut disponsori Euroswiss Health yang memiliki riwayat bekerja sama dengan industri rokok. Tuti mengungkapkan, klaim bahwa rokok elektronik merupakan produk alternatif untuk berhenti merokok dengan membandingkan penggunaannya di Inggris juga tidak tepat.
"Kondisi Indonesia sangat berbeda dengan Inggris," tuturnya.
Tuti mengatakan, Inggris sudah melakukan upaya pengendalian tembakau untuk menurunkan prevalensi perokok sebelum produk rokok elektronik muncul. Setiap tahun, prevalensi perokok di negara tersebut terus menurun, dan ketika rokok elektronik muncul diklaim sebagai keberhasilan penggunaan produk tersebut sebagai alternatif berhenti merokok.
"Sedangkan di Indonesia, prevalensi perokok masih tetap tinggi dan cenderung meningkat, terutama di kelompok perokok pemula," katanya.
Menurut Tuti, rokok elektronik menjadi sangat populer karena menggunakan klaim kesehatan. Rokok elektronik disebut-sebut lebih aman dan lebih sehat daripada rokok biasa.
"Mitos-mitos yang ada di masyarakat tentang rokok elektronik perlu diluruskan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan, rokok biasa dan rokok elektronik sama-sama berbahaya. Itu karena keduanya sama-sama mengandung nikotin, zat-zat karsinogen, dan zat racun.
"Nikotin menimbulkan dampak kecanduan dan dalam jangka panjang juga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler," kata Agus.
Agus mengatakan, penelitian-penelitian di berbagai negara juga menemukan kandungan zat karsinogen dalam rokok elektronik yang dapat memicu kanker. Ia mengingatkan bahwa kanker muncul tidak dalam jangka pendek.
"Tetapi 15 tahun hingga 20 tahun baru akan terlihat," jelasnya.