Jumat 17 Jan 2020 07:20 WIB

Mengapa WHO dan FDA tak Rekomendasikan Rokok Elektronik?

Rokok elektronik tak direkomendasikan sebagai modalitas terapi berhenti merokok.

Cairan rokok elektronik (vape). WHO dan FDA tak merekomendasikan penggunaan rokok elektronik sebagai modalitas terapi berhenti merokok.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Cairan rokok elektronik (vape). WHO dan FDA tak merekomendasikan penggunaan rokok elektronik sebagai modalitas terapi berhenti merokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Administrasi Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat tidak merekomendasikan rokok elektronik untuk terapi berhenti merokok. Terlebih, itu belum terbukti efektif.

"WHO maupun FDA tidak merekomendasikan dengan alasan efektivitas," kata Agus di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Menurut WHO dan FDA, rokok elektronik tidak efektif dan tidak memenuhi persyaratan sebagai modalitas berhenti merokok. Agus mengatakan, untuk menjadi modalitas terapi berhenti merokok, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi rokok elektronik dan sebagian besar di antaranya tidak dapat dipenuhi.

Agus mengungkapkan bahwa rokok elektronik gagal memenuhi syarat larangan meningkatkan risiko penyakit. Itu karena rokok elektronik terbukti mengandung nikotin, zat-zat karsinogen, dan racun.

Syarat lainnya adalah penggunaan sebagai terapi berhenti merokok harus melalui pengawasan penuh. Hal itu lagi-lagi tidak dipenuhi rokok elektronik karena penggunanya bisa menggunakan tanpa pengawasan, bahkan semaunya.

"Ketika dipakai sebagai modalitas berhenti merokok dan dikatakan berhasil, juga harus memenuhi syarat berhenti dari penggunaan modalitas tersebut. Namun, nyatanya rokok elektronik tetap digunakan, hanya pengalihan dari rokok biasa," tuturnya.

Agus juga menyoroti fenomena penolakan hasil-hasil penelitian dari luar negeri tentang dampak buruk rokok elektronik. Agus mengatakan, sejumlah penelitian sudah dilakukan di Indonesia dan menemukan bahwa rokok elektronik sama bahayanya dengan rokok biasa.

"Penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada 2018 menemukan kandungan nikotin dalam urine pengguna rokok elektronik dengan rokok biasa tidak berbeda atau hampir sama. Itu baru dalam urine, belum pada darah," katanya.

Selain itu, penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga terhadap binatang percobaan yang dipaparkan asap rokok biasa dan uap rokok elektronik juga menemukan tidak ada perbedaan dampak terhadap binatang percobaan yang dipapari kedua produk tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement