REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian menunjukkan orang yang berkarier di industri musik, berada pada risiko cukup besar terkena tinnitus. Yaitu, sebuah penyakit yang terjadi karena paparan kebisingan yang keras.
Menjadi seorang musisi mungkin akan sulit di masalah pendengaran bagi kebanyakan orang, demikian penelitian baru di Inggris menunjukkan. Mereka harus berada di industri musik yang akrab dengan suara keras. Hal itulah yang menyebabkan mereka memiliki risiko lebih tinggi terkena tinnitus.
Paparan terhadap suara keras
Dilansir dari Health45, penderita tinnitus akan mendengar bunyi dering, berdengung, atau bersiul ketika tidak ada suara eksternal lainnya.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa orang yang bekerja di industri musik, berada pada risiko yang cukup besar terkena tinnitus. Risiko ini sebagian besar disebabkan oleh paparan suara keras," kata Sam Couth, dari Pusat Audiologi dan Ketulian di Universitas Manchester.
Couth dalam rilis berita universitas menambahkan, musisi disarankan untuk menggunakan pelindung telinga ketika berhadapan dengan kebisingan yang tingkatannya melebihi 85 desibel. “Kira-kira bisingnya sama seperti truk diesel yang lewat,” kata Couth.
Para peneliti studi ini menganalisis data dari database online, yaitu 23.000 orang di Inggris untuk dibandingkan tingkat tinnitus di antara mereka. Beberapa responden memiliki pekerjaan berisiko tinggi, seperti konstruksi, pertanian, dan musik.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Hearing ini, orang-orang di industri musik --termasuk musisi, sutradara musik dan staf produksi-- hampir dua kali lebih berisiko terkena tinnitus daripada orang yang bekerja di industri keuangan.
Bahkan musik klasik
Risiko tinnitus di kalangan pekerja industri musik mencakup semua genre, tak terkecuali musik klasik. Sebagai contoh awal tahun ini, Royal Opera House kehilangan daya tarik atas kerusakan pendengaran yang diderita oleh pemain biola saat latihan tunggal "Die Walküre" karya Wagner (The Valkyrie).
Menurut para ahli, panjang paparan yang aman ialah dikurangi setengahnya setiap suara, ditambah intensitas kebisingan sejumlah tiga disabel. Misalnya, itu akan menjadi empat jam paparan harian untuk 88 desibel kebisingan, dua jam untuk 91 desibel, dan sebagainya.
"Kebanyakan konser yang diperkuat melebihi 100 desibel, artinya musisi tidak boleh terpapar pada tingkat kebisingan selama lebih dari 15 menit tanpa perlindungan pendengaran yang tepat," kata Couth.
Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hanya 6 persen musisi yang secara konsisten memakai perlindungan pendengaran. "Musisi harus mengenakan penutup telinga yang dirancang khusus untuk mendengarkan musik, sehingga kualitas suara tetap tinggi, sementara risiko kerusakan pendengaran berkurang," saran Couth.