Senin 23 Dec 2019 19:30 WIB

Studi: Gen Bukan Prediktor Risiko Penyakit yang Akurat

Studi terbaru mengungkapkan gen bukanlah prediktor risiko penyakit yang akurat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Stetoskop. Studi terbaru mengungkapkan gen bukanlah prediktor risiko penyakit yang akurat.
Foto: Republika/Prayogi
Stetoskop. Studi terbaru mengungkapkan gen bukanlah prediktor risiko penyakit yang akurat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru dari Kanada menemukan bahwa gen bukan prediktor risiko penyakit yang akurat. Faktor-faktor seperti lingkungan dan gaya hidup justru menjadi pengukur risiko penyakit yang tepat bagi setiap orang.

Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di University of Alberta Kanada menganalisais data selama dua dekade dan 569 studi kemudian mengeksplorasi hubungan antara variasi genetik yang dikenal sebagai single nucleotide polymorphisms (SNPs) dengan penyakit dan kondisi kesehatan seseorang. Temuan yang diterbitkan dalam PLOS ONE menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus genetik memainkan peran kurang dari lima persen dalam risiko terkena penyakit tertentu.

Baca Juga

"Sederhananya, DNA bukan takdir Anda dan SNP tidak berguna untuk prediksi penyakit. Sebagian besar penyakit termasuk kanker, diabetes, dan penyakit Alzheimer memiliki kontribusi genetik paling tinggi 5-10 persen," kata salah seorang peneliti David Wishart, dilansir Malay Mail, Senin (23/12).

Meski begitu, peneliti menemukan beberapa pengecualian untuk penyakit Crohn (radang usus kronis), penyakit celiac (autoimun), dan degenerasi makula (kondisi mata kronis) yang memiliki kontribusi genetik 40 hingga 50 persen.

"Terlepas dari pengecualian langka ini, semakin jelas bahwa risiko penyakit dipengaruhi lingkungan, gaya hidup, atau paparan terhadap berbagai jenis nutrisi, bahan kimia, bakteri atau virus," jelas Wishart.

Studi ini sekaligus menyanggah klaim pelaku model bisnis pengujian gen yang menyatakan bahwa pengujian gen dapat secara akurat memprediksi risiko seseorang terhadap penyakit. Sebagai gantinya, peneliti menilai bahwa indikator non-genetik dapat memberikan ukuran risiko penyakit yang lebih akurat.

"Intinya adalah bahwa jika ingin mengukur kesehatan Anda secara akurat lebih baik mengukur metabolit, mikroba, atau protein, bukan gen Anda," kata Wishart.

"Penelitian ini juga menyoroti perlunya memahami lingkungan kita dan keamanan atau kualitas makanan, udara, dan air kita," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement